“ PEMBAHASAN “
4. AL-GHAZALI ( 450-505 H )
A. Biografi Singkat
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Mohamad bin Mohamad bin Mohamad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazaly. Singkatnya di panggil Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazaly di panggil Al-Ghazali karena di lahirkan di kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Irak, pada tahun 450 H / 1058 m. Tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan di Bagdad.
Ayah Al-Ghazali adalah seorang yang miskin pemintal kain wol yang taat, sangat menyenangi ulama, dan sering aktif menghadiri majelis-majelis pengajian. Ketika menjelang wafatnya ayahnya menitipkan Al-Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad kepada seorang Sufi. Ia menitipkan sedikit harta kepada Sufi itu seraya berkata dalam wasiatnya “ Aku menyesal sekali karena aku tidak belajar menulis, aku berharap mendapatkan apa yang tidak aku dapatkan itu melalui dua putraku”.
Sang Sufi menjalankan isi wasiat itu dengan cara mendidik keduanya sampai harta titipannya habis dan Sufi sudah tidak mampu lagi memberi makan keduanya. Selanjutnya Sufi menyerahkan keduanya dititipkan kepada pengelola sebuah madrasah.
Di Madrasah tersebut Al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqih pada Ahmad bin Mohamad AR-Rizkani. Kemudian memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah di Naisabur dan disinilah ia berguru kepada Imam Haramain (Al-Juwaini wafat 478 H /1086 m ). Hingga menguasai ilmu Manthig. Ilmu kalam, fiqih, usul fiqih, filsafat tasawuf dan retorika perdebatan.
Ilmu-ilmu yang didapatkan benar ia kuasai karena kemahiran kalam masalah ini ia sijuluki dengan sebutan “Bahr Mu’riq” (lautan yang menghayutkan kecerdasan dan keluasan wawasan berfikir yang dimiliki Al-Ghazali membuatnya menjadi populer.
Bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa diam-diam di hati Imam Harmain timbul rasa iri dan membuatnya sampai mengatakan (engkau telah memudahkan ketenaranku padahal aku masih hidup, apakah aku meski menahan diri padahal ketenaranku telah mati).
Setelah Imam harmain wafat (478 H / 1086 m ) Al-Ghazali pergi ke Bagdad tempat berkuasanya perdana mentri Nizham Al-Muluk ( W. 485 H / 109 m. Merupakan tempat berkumpul sekaligus tempat di selenggarakannya perdebatan-perdebatan antara ulama-ulama terkenal. Sebagai seorang yang menguasai retorika perdebatan ia terpancar untuk melibatkan diri. Ternyata ia sering mengalahkan para ulama terkenal. Sehingga mereka pun tidak segan-segan mengakui keunggulan Al-Ghazali.
Sejak saat itu, nama Al-Ghazali menjadi termasyur di kawasan kerajaan saljuk. Hal itu menyebabkan dipiliholeh Nizham Al Muluk untuk menjadi guru besar si Universitas Nizhamiyah, Baghdad pada tahun 483 H / 1090 m meskipun usianya baru 30 tahun.
Di balik kegiatan perdebatan dan mengalaman berbagai aliran timbul pergolakan dalam dirinya karena tidak ada yang memberikan kepuasan batinnya, lalu ia memutuskan untuk melepaskan jabatannya dan pengaruhnya untuk meninggalkan Baghdad menuju Syiria, palestina dan kemudian ke Mekah mencari kebenaran, tidak lama kemudian ia menghembuskan nafas yang terakhir di Thus pada tanggal 19 Desember IIII masehi, / pada hari senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriyah dengan meninggalkan banyak karya tulisan.
Karya tulis yang di tinggalkan Al-Ghazali menunjukkan keistimewaan sebagai seorang pengarang yang produktif dalam seluruh masa hidupnya. Menurut catatan Sulaiman punya karangan Al-Ghazali mencapai 300 buah. Ia mulai mengarang pada usia 25 tahun sewaktu masih di Naisabur, waktu yang ia gunakan untuk mengarang selama 30 tahun, tiap tahunnya ia mengahsilkan karya tidak kurang dari 10 buah kitab besar dan kecil meliputi beberapa lapangan usul fiqih, tafsir, tasawuf dan ahlak.
Karya-karyanya itu membuat aaAl-Ghazali tidak mungkin diingkari seorang pemikir kelas Jagag yang amat berpengaruh. Islam pun banyak manilai bahwa dalam hal ajaran, ia adalah orang kedua yang paling berpengaruh sesudah Rosulloh.
Uniknya lagi pemikiran keagamaannya tidak hanya berpengaruh di kalangan islam tetapi juga di kalangan agama Yahudi dan Kristen. Di kalangan kristen abad tengah pengaruh Al-Ghazali merembes melalui filsafat Bonaventura.
Seperti halnya Musa bin Maymun, Bonaventura pun dapat di pandang sebagai “titisan kristen dari Al-Ghazali lebih jauh pandangan-pandangan tasawuf Al-Ghazali juga memperoleh saluran dalam mistisme kristen (katolik) melalui ordo Fransiscan, sebuah ordo yang karena banyak menyerap ilmu pengetahuan islam, memiliki orientasi ilmiah yang lebih kuat di banding ordo-ordo lainnya seperti di ungkapkan dalam novel best Sellernya Umberto Eco the Name of the Rose.
Suatu penilaian yang banyak mendapat dukungan. Namun, tidaklah demikian pada pandangan lawan-lawannya sebagai mana layaknya dalil umum bahwa tidak ada manusia yang sempurna, Al-Ghazali pun pernah lepas diri kekurangan.
B. Ajaran Tasawuf Al-Ghazaly
Al-Ghazaly memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunah nabi di tambah dengan doktrin ahlussunnah wal jamaah. Dari paham tasawufnya itu ia menjauhkan semua kecendrungan anostis yang mempengaruhi para filosof islam. Ia menjauhkan tasawufnya dan paham ketuhanan Ares Toteles seperti emanasi dan penyatuan sehingga dapat di katakan bahwa tasawuf Al-Ghazaly benar-benar bercorak Islam.
Corak tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Menurut Al-Ghazaly, jalan menuju tasawuf baru dapat di capai dengan menatahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela. Sehingga kalbu dapat lepas dari segala sesuatu yang selain Allah dan berhias dengan selalu mengingat Allah. Ia pun berpendapat bahwa sosok sufi adalah menempuh jalan kepada Allah, dan perjalanan hidup mereka adalah yang terbaik, jalan mereka adalah yang paling benat dan moral mereka, baik lahir maupun batin diambil dari cahaya kanabian. Selain cahaya kenabian di dunia ini tidak ada lagi cahaya yang lebih mampu memberi penerangan.
Al-Ghazaly menilai negatif terhadap syathahat karena dianggapnya mempunyai dua kelemahan.
Pertama,
Kurang memperhatikan anal lahiriyah hanya mengungkapakan kata-kata yang sulit di pahami, mengemukakan kesatuan dengan Tuhan dan menyatakan bahwa Allah dapat di saksikan.
Kedua,
Syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan hasil imajinasi sendiri.
Al-Ghazali sama sekali menolak paham Hul ul dan Ittihada. Untuk itu, ia menyodorkan paham baru tentang makrifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (Taqarrub Ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengannya. Jalan menuju makrifat adalah perpaduan ilmu dan amal sementara buahnya adalah moralitas.
Oleh karena itu, Al-Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam. Dialah orang yang mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan Islam, yakni tasawuf, fiqh dan ilmu kalam yang sebelumnya terjadi ketegangan di antara ketiganya.
1. Makrifat
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, makrifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentnag segala yang ada. Alat memperoleh makrifat bersandar pada Firr iqalb dan ruh.
Makrifat menurut Al-Ghazali tidak seperti makrifat menurut orang awam maupun makrifat ulama Mutakalim, tetapi makrifat sufi yang bangun atas dasar djauq ruhani dan kasyf ilahi. Makrifat semacam ini dapat di capai oleh para khawash Auliya’ tanpa melalui perantara, langsung dari Allah. Sebagaimana Ilmu kenabian yang diperoleh langsung dari Tuhan walaupun dari segi perolehan ilmu ini berbeda antara nabi dan wali. Nabi mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat sedangkan wali mendapat ilmu melalui ilham. Namun keduanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
2. As-Sa’adah
Menurut Al-Ghazali, kelejatan dan kebahagian yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). Di dalam kitab Kimisra’ As-sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah (kebahagiaan itu sesuai dengan watak (tabiat) sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan cipta