KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan
sebagai tugas mata pelajaran aqidah akhlak dengan judul “qadariyah”
.
Terima
kasih disampaikan kepada selaku guru pembimbing mata pelajaran aqidah akhlak
demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini disusun semoga
bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata pelajaran aqidah akhlak
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ......................................................................................................... i
Kata
Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar
Isi ................................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Definidi
dan Ruang Lingkup ................................................................... 1
BAB II
PEMBAHSAN .......................................................................................... 2
2.1 Asal-Usul Kemunculan Qadariyah.................................................. ....... 2
2.2 Doktrin-Doktrin Qadariyah.................................................................... 3
2.3 Firqah Qadariyah.................................................................................... 5
2.4 Sebab-Sebab Munculnya Qadariyah....................................................... 7
2.5 Dasar Ajaran Qadariyah......................................................................... 8
BAB III
PENUTUP ............................................................................................. 12
3.1
Kesimpulan .......................................................................................... 12
Daftar
Pustaka ...................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP
Qadariyah berasal dari bahasa
arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun
menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhanberdasarkan pengertian
tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi
penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum
Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
harus tunduk pada qadar tuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal – usul kemunculan qadariyah
Penamaan aliran Qadariyah
didasarkan pada pandangan kelompok ini yang percaya akan tidak adanya
intervensi Tuhan terhadap perbuatan manusia. Kata Qadaraberasal dari bahasa
Arab, artinya kemampuan,
kekuatan, memutuskan. Dalam bahasa Inggris, sering disebut dengan istilah free will atau free act (kebebasan berkehendak dan
kebebasan berbuat).
Arti Qadariyah secara
terminologis adalah satu aliran yang percaya akan kebebasan manusia bertindak
dan menentukan pilihan perbuatan tanpa peran Tuhan. Setiap manusia adalah
pencipta bagi perbuatannya, dengan demikian, kita dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya
atas kehendaknya sendiri. Manusia memiliki qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Terdapat dua pendapat tentang penamaan aliran Qadariyah;pertama,
pendapat yang menyandarkan kepada orang-orang yang berpendapat bahwa manusia
adalah pencipta dan memiliki kekuatan mutlak terhadap apa yang akan
diperbuatnya, tanpa intervensi apapun dari Tuhan. Dan kedua, adalah orang-orang
yang berkeyakinan bahwa qudrah manusia bukan pada penciptaan perbuatan tetapi
pada pemilihan dan pelaksanaan perbuatan tersebut.
Secara pasti, tidak dapat
diketahui kapan tepatnya aliran Qadariyah ini lahir dan hal ini masih menjadi
perdebatan di kalangan ahli sejarah. Pendapat yang populer, mengatakan bahwa
faham Qadariyah pertama kali dimunculkan pada akhir masa Sahabat sekitar tahun
70 H/689 M, oleh Ma’bad al-Juhani (w. 80 H/699 M) dan Ghailan ad-Dimasyqi (w.
105 H/722 M).
Ma’bad al-Juhani adalah
seorang Taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru dengan Hasan al-Basri.
Sedangkan Ghailan ad-Dimasyqi adalah seorang orator berasal dari Damaskus.
Faham Qadariyah diduga berasal dari orang Irak bernama Susan. Susan adalah
penganut filsafat Nasrani Sekte Nestorian yang mendirikan sekolah filsafat di
Gundisapur, dan berdekatan dengan Basrah. Sekte Nestorian ini mengadopsi
filsafat Yunani aliran Epikureanisme (Abiquriyyun), dengan konsepnya :Dikarenakan
perbuatan-perbuatan kita adalah bebas, dan kepada merekalah
(perbuatan-perbuatan tersebut) dilekatkan pujian dan celaan. Shobarin Syakur,Sejarah Ilmu Kalam
dan Pemahaman Qada dan Qadar yang
beragama Kristen, kemudian memeluk agama Islam, dan kembali lagi ke Kristen.
Dari Susan inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham tersebut.
Pendapat lain, W. Montgomery
Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa faham Qadariyah terdapat
dalam Kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan
al-Basri sekitar tahun 700 M.
Dengan disebutkannya Ma’bad
al-Juhani pernah berguru dengan Hasan al-Basri pada keterangan Adz-Dzahabi
dalam kitab Mizan al-I’tidal, maka sangat mungkin faham Qadary mula-mula dikenalkan oleh Hasan
al-Basri dalam bentuk kajian-kajian keIslaman, kemudian dicetuskan oleh Ma’bad
al-Juhani dan Ghailan ad-Dimasyqi dalam bentuk aliran (institusi).
2.2 Doktrin-Doktrin Qadariyah
Dalam kitab Al-Milal wa
An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang
doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang
begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di
kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu
doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah
karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau
menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka
Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa
segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia
mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik
dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir
Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang
dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham takdir dalam pandang
Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab
ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan
terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut
nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham
Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta
beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran
adalah sunatullah.
Seseorang diberi ganjaran baik
dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir
Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang
dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Secara alamiah, sesungguhnya
manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi
fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya,
manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu
berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan.
Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia
ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh
lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan daya
pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat
meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas.
Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain
yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan
lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang
dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah
sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya
imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas
manusia?
Dengan pemahaman seperti ini,
kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan
segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai
tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang
mendukung pendapat ini,
2.3 FIRQAH QADARIYAH
Mereka adalah firqah yang
mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hamba-Nya sebelum terjadi dan mereka
berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan apapun pada makhluk-Nya.
Mereka menyatakan bahwa tidak ada taqdir, semua perkara adalah Unuf .
Dan sebelum perkara terjadi Allah tidak
menetukan dan tidak mengetahuinya, bahkan Allah baru mengetahuinya setelah
terjadi. Dan mereka menyatakan bahwa Allah bukan pencipta perbuatan hamba dan
tidak membuat ketentuan dan ketentuan takdir apa pun.
Mereka sangat mirip dengan kaum Majusi yang meyakini
dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan sehingga Rasulullah menegaskan
bahwa Qadariyah adalah Majusi umat ini, berdasarkan hadits dari Abdullah bin
Umar , beliau bersabda : “Qadariyah adalah Majusinya umat ini, jika mereka
sakit janganlah kalian menjenguknya dan jika mereka mati janganlah kalian
menyaksikan jenazahnya.
Imam Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah, maka beliau
menjawab : “Dia adalah orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan
perbuatan hamba-Nya, tidak menetukan dan tidak menciptakan perbuatan maksiat
pada hamba.
Orang yang pertama kali menggulirkan paham Qadariyah
adalah Ma’bad al-Juhani pada akhir masa generasi Shahabat, seperti yang
dituturkan Imam Muslim dari Yahya bin Ya’mur, menerut satu riwayat, Ma;bad
mengambil faham Qadariyah dari seorang laki-laki Nashrani bernama Susan
kemudian pemikiran dan pemahaman itu disebabkan oleh Ghailan ad-Dimasqi,
seperti yang dituturkan oleh al-Auza’i.
Kesesatan Qadariyah menimbulkan dua kebi’ahan dalam
agama yang sangat besar :
Pertama : Pengingkaran mereka terhadap ilmu Allah yang
telah mendahului setiap kejadian, padahal tidak ada suatu kejadian apapun di
alam semesta kecuali pasti diketahui Allah.
Kedua : Keyakinan mereka bahwa hamba sendiri yang
mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan perbuatan.
2.4 Sebab-sebab munculnya aliran Qadariah
Ada dua sebab utama yang dapat dikategorikan menjadi
sebab munculnya faham dan aliran Qadariyah yaitu :
a.
Masyarakat Arab yang
cenderung fatalis,
kehidupan yang serba sulit, faktor alam yang tidak mendukung untuk lepas dari
faham tersebut. Agama Islam yang dianut oleh mereka justru menjadikan mereka
bertambah dalam ke faham fatalistersebut.
Allah SWT telah menentukan nasib manusia terlebih dahulu, dalam perbuatannya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang ditentukan sejak azali. Ada Sunnatullah
yang hadir dalam setiap detak dan detik denyut kehidupan semesta ini, dan
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan.
b.
Secara politis,
pemerintah yang berkuasa ketika itu, Bani Umayyah, menganut dan menekankan
faham fatalis, serta menjadikannya legitimasi
kekuasaan yang dipegang. Apa yang menjadi ketetapan penguasa adalah takdir
Tuhan, sehingga siapapun yang menentang, maka sama saja dengan menentang
ketentuan Tuhan. Hadirnya Qadariyah dianggap sebagai hambatan dan dukungan kepada
kelompok yang kritis terhadap rezim. Faham Takdir yang dikembangkan Qadariyah
sangat berbeda dengan keyakinan pemerintah.
Seiring perjalanan penyebaran faham ini, Ma’bad
al-Juhani terlibat dalam gerakan politik menentang pemerintahan Umayyah. Beliau
memihak kepada ‘Abdurrahman ibn al-Asy’as, Gubernur Sajistan wilayah kekuasann
Bani Umayyah. Dan pada satu pertempuran, Ma’bad al-Juhani terbunuh pada tahun
80H.
Ghailan ad-Dimasyqi menjadi penerus aliran Qadariyah
pasca terbunuhnya Ma’bad al-Juhani. Faham ini menyebar luas ke wilayah
Damaskus, namun mendapat larangan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Setelah Umar bin Abdul Aziz wafat, penyebaran faham
ini dapat berlangsung lama, tapi Ghailan dihukum mati oleh Khalifah Hisyam bin
Malik (724-743 M). Ada dialog singkat sebelum dia dibunuh :
“Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan
kekuasaannya sendiri. Dan manusia sendiri yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri”
2.5 Dasar Ajaran
Faham Qadariyah, bukanlah faham yang semata-mata
disandarkan kepada akal fikiran saja. Terbukti, mereka banyak menjadikan
ayat-ayat al-Qur’an sebagai pijakan dan penafsiran faham mereka, antara lain :
a. QS. Al-Kahfi : 29
Artinya : Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya
dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami Telah
sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
b. QS. Ali Imran : 165
165. Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah
(pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat
kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya
(kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
c. QS. Ar-Ra’d : 11
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
d. QS. An-Nisaa : 111
111. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka
Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
e. QS. Fussilat : 40
40. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari
ayat-ayat kami, mereka tidak tersembunyi dari kami. Maka apakah orang-orang
yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang
dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu kehendaki;
Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
f. QS. As-Sajadah : 40
4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di
atas ‘Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun
dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at[1189]. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?
[1188] bersemayam di atas ‘Arsy
ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah
dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa’at: usaha perantaraan dalam
memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat
bagi orang lain. syafa’at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at
bagi orang-orang kafir.
Dari ayat-ayat di atas, faham tentang taqdir ini
meluas dan berkembang. Dalam Kitab al-Milal wan Nihal, pembahasan masalah
Qadariyah disatukan dengan pembahasan doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga
perbedaan kedua aliran ini tidak begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskna
bahwa doktrin Qadar lebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah, sebab faham
ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah. Akibatnya orang menamakan
Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua lairan ini sama-sama percaya bahwa
manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan
Tuhan. Dalam faham Qadariyah, Takdir difahami sebagai ketentuan Allah
yang diciptakannya bagi alam semesta beserta seluruh isinya sejak azali, yaitu
hukum alam yang dalam isltilah al-Qur’an disebut Sunnatullah. Seseorang diberi
ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat. Dan seseorang akan diberi
ganjaran siksa di neraka. Semua ini atas pilihan sadar manusia sendiri,
bukan pilihan akhir Tuhan. Tidaklah pantas manusia menerima siksaan atas
tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Kemudian, dengan potensi yang diberikan Tuhan, manusia
dapat mengembangkan sunnatullah yang ada. Contoh; manusia yang ditakdirkan
tidak dapat mengangkat beban seperti kekuatan gajah. Tapi potensi yang ada, manusia
dapat berfikir mengangkat dengan menggunakan alat. Kreatifitas inilah yang
menjadi keyakinan aliran ini. Hanya saja faham ini masih menyisakan pertanyaan,
sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia? Siapa yang membatasi daya
imajinasi manusia? Dimana batas akhir kreatifitas manusia?
Dilihat dari pendapat di atas, Qadariyah yang ada,
lebih cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa aliran Qadariyah
disandarkan kepada orang-orang yang meyakini adanya sunnatullah sebagai
alternative-alternatif pilihan yang diciptakan Tuhan dan manusia mempunyai
kebebasan untuk memilih dan menentukan perbuatan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penamaan aliran Qadariyah
didasarkan pada pandangan kelompok ini yang percaya akan tidak adanya
intervensi Tuhan terhadap perbuatan manusia. Kata Qadaraberasal dari bahasa
Arab, artinya kemampuan,
kekuatan, memutuskan. Dalam bahasa Inggris, sering disebut dengan istilah free will atau free act (kebebasan berkehendak dan
kebebasan berbuat).
Arti Qadariyah secara
terminologis adalah satu aliran yang percaya akan kebebasan manusia bertindak
dan menentukan pilihan perbuatan tanpa peran Tuhan. Setiap manusia adalah
pencipta bagi perbuatannya, dengan demikian, kita dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Manusia memiliki qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dapat memilih mana yang baik dan mana yang
buruk. Terdapat dua pendapat tentang penamaan aliran Qadariyah;pertama,
pendapat yang menyandarkan kepada orang-orang yang berpendapat bahwa manusia
adalah pencipta dan memiliki kekuatan mutlak terhadap apa yang akan
diperbuatnya, tanpa intervensi apapun dari Tuhan. Dan kedua, adalah orang-orang
yang berkeyakinan bahwa qudrah manusia bukan pada penciptaan perbuatan tetapi
pada pemilihan dan pelaksanaan perbuatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahra, Imam
Muhamad. Aliran politik dan Aqidah dalam Islam. Cet.1; Jakarta: Logos
Publising House, 1996.
Achmadi. Ideologi
Pendidikan Islam paradikma Humanisme Teosentrime. Cet.1; Pustaka Pelajar;
Yogyakarta. 2005.
Arifin,
Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Edisi Revisi; Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2005.
Barnadib, Imam. Filsafat
Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Yogyakarta, 1976.
Dewey,John. Democracy
and Education. New York: The Free Press,1966.