KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur ditujukan kepada Allah SWT, yang telah menerangi segala hati hambanya yang taqwa dengan nur (cahaya) yang mendekatkan kepada-Nya.
Sholawat serta salam saya sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, dan tidak lupa juga junjungan kepada keluarga beliau serta para pengikut-pengikut rosul yang telah berhasil membawa alam semesta dari alam kegelapan ke alam terang benderang yang nantinya akan kita rasakan di akhirul kimah.
Selanjutnya, sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kesalahan baik dari penulisan maupun penyusunan dari segi materi yang saya sajikan. Namun, dari itulah saya butuh kritik serta saran dari pihak pembaca sebagai motivasi saya dengan penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik.
Dengan tersusunnya makalah ini, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya, masukan atau bimbingan dari dosen pembimbing, dan saya sebagai penyusun berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun,
(MELTARIA)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1. Pengertian 2
2.2. Gejala-gejala Kenakalan 5
2.3. Kebijakan-kebijakan yang dapat Dilakukan untuk Menangkal Kenakalan 6
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makalah ini saya susun sebagaimana mestinya untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sosiologi Pendidikan” di semester VI STIT-PAI MU Gumawang. Dan makalah ini saya ambil dari sebuah buku yang senantiasa saya rangkum menjadi sebuha makalah yang untuk diprestasikan dengan teman-teman.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini saya buat ini terdapat batasan-batasan tertentu dan saya hanya membahas tentang :
a. Pengertian
b. Gejala-gejala kenakalan
c. Kebijakan Kebajikan yang dapat dilakukan untuk menangkal kenakalan
1.3. Tujuan
Tujuan saya mengambil judul ini agar kita dapat mengerti arti dari kenakalan itu sendiri. Harpaan saya semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian :
a. Istilah kenakalan berasal dari kata dasar “nakal” (bahasa Jawa), yang secara nomnal/harfiah muncul dari kata “ana akal” artinya “ada akal atau timbul akalnya”. Seorang anak kecil yang mulai timbul akal/pikirannya memiliki semangat ingin tahu yang besar untuk menirukan, misalnya ikut mengambil gelas atau piring dari atas meja, tetapi karena kurang kemampuannya dan belum terpikirkan akibat-akibatnya ia dapat menjatuhkan gelas/piring yang dirahnya tersebut hingga pecah berantakan.
b. Prof. DR. Fuad Hasan mengatakan bahwa “Delinquency” ialah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak/remaja yang bila dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.
c. M.A. Merril dalam bukunya Problems of Child Delinwquency mengemukakan : “A child is classified as a a delinquent when his anti social tendencies appear to some one to be so grave that he becomes or ought to become the subject of official action” atau seorang anak digolongkan sebagai delinquent bila padanya tampak kecenderungan antisosial yang demikian memuncaknya dan menimbulkan gangguan-gangguan sehingga terpaksa mengambil tindakan terhadpanya dengan jalan menangkap dan mengasingkannya. Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur perbuatan deliquent yaitu pelanggaran norma masyarakat, jadi bersifat antisosial, dan sebagai tindakan untuk mengamankan masyarakat, mereka perlu “diamankan” agar tidak merugikan masyarakat.
d. Drs. B. Simanjuntak, SH. berpendapat bahwa belum ada istilah teknis dalam bahasa Indonesi untuk memberi arti “juvenile deliquency”. Terjemahan juvenile delinquency dengan “kejahatan anak” mempunyai efek psikologis yang tidak baik bagi anak-anak tersebut.
Kasu juvenile delinquent ternyata terdapat dimana-mana, terbukti adanya istilah khusu untuknya, seperti di Jerman disebut wohlfaris kriminaliteit di Amerika Serikat disebut rebels withcut a causes di Inggris disebut Leddy boys; di Swedia disebut skinn knutte; di Prancis disebut blousons noire; di Belanda disebut stooute jongens/keerels, dan kalau lebih meningkat disebut baldardige keerels; di Jepang disebut taiyosoku.
f. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa juvenile delinquency ialah perbuatan anak-anak yang melanggar norma sosial, norma hukum, norma kelompok, dan mengangu ketentraman masyarakat, sehingga yang berwajib terpaksa mengambil tindakan pengamanan/penangkalan.
g. Batas usia (anak) untuk menentukan juvenile delinquent, ternyata belum ada batas tegas di berbagai negara, antara lain :
1) Menurut KUHP pasal 45-47 menyebutkan bahwa “belum dewasa….. umurnya belum 16 tahun”.
2) Di Amerika Serikat menurut Prof. Mobel A. Eliot Ph.D., 16, 17, 18 tahun sedang di dua daerah lainnya menetapkan di bawah 21 tahun.
3) Di BINAPTA (Bimbingan Anak, Pemuda, dan Wanita) Bandung, ternyata anak-anak yang dibina di tempat tersebut karena berbuat kenakalan berkisar antara usia 10 tahun sampai 21 tahun.
4) Di Inggris batas usia “juvenile delinquent” adalah 8 tahun ke bawah, di Denmark 15 tahun ke bawah, sedang seminar dari tahun 1955 di Rio De Janeiro menetapkan batas umur juvenile delinquent adlah 14 thaun.
5) Dilihat dari psikologi (DR. Kohnstamm) batas usia juvenile delinquent lebih condong pada usia prepubertas (14 tahun) sampai adolesen (18 tahun).
Beberapa Perbuatan Kenakalan Anak
Perbuatan-perbuatan tersebut antara lain :
a. Ngebut, yaitu mengendarai kendaraan dengan kecepatan yang melampauai kecepatan maksimum yang ditetapkan, sehingga dapat mengganggu/membahayakan pemakai jalan yang lain.
b. Peredaran pornografi di kalangan pelajaran, baik dalam bentuk gambar-gambar cabul, majalah, dan cerita porno yang dapat merusak moral anak, sampai peredaran obat-obat perangsang nafsu seksual, kontrasepsi, dan sebagainya.
c. Anak-anak yang suka membuat pengrusakan-pengrusakan terhadap barang-barang atau milik orang lain, seperti mengganggu keindahan lingkungan, mengadakan sabotase, dan sebagainya.
d. Membentuk kelompok atau geng dengan norma yang menyeramkan, seperti kelompok bertato, kelompok berpakaian acak-acakan dan sebagainya.
e. Berpakaian dengan mode yang tidak selaras dengan selera lingkungan, sehingga dipandang kurang/tidak sopan di mata lingkungannya.
f. Anak-anak yang senang melihat orang lain celaka akibat ulah dan perbuatannya, seperti membuat lubang atau menabur biji-biji kacang hijau/kedelai hitam di jalan atua penyiramkan oli di jalan, sehingga banyak pengendara yang terpersosot/terpeleset dan jatuh berlumuran oli, sampai cedera karenanya.
g. Mengganggu/mengejek orang-orang yang lewat di depannya dan kalau menoleh/marah sedikit saja dianggapnya membuat gara-gara untuk “dikerjain”.
h. Dan masih banyak lagi jenis kenakalan yang dilakukian oleh anak-anak muda.
Beberapa Penyebab Kenakalan
Secara fenomenologis tampak bahwa gejala kenakalan timbul dalam masa pubertas/pancaroba, dimana jiwa dalam keadaan labil, sehingga mudah terseret oleh lingkungan.
2.2. Gejala-Gejala Kenakalan
Gejala tingkah laku anak yang memperlihatkan atau menjurus pada perbuatan kenakalan harus dapat dideteksi sedini mungkin sebab bila tingkah lakunya lebih bervariasi bata maka akhirnya anak tidak mampu lagi menghadapi dirinya sendiri dalam hidup bermasyarakat yang sehat. Adapun gejala-gejala, yang mengarha kepada perbuatan kenakalan antara lain :
a. Anak yang selalu menyendiri karena tidak disukai oleh teman-temannya (terkucilkan) dapat menderita gangguan emosi, karenanya ia perlu perhatian yang agak khusus dari orang tua, guru atau anggota masyarakat yang mengetahuinya, untuk menyadarkannya bagaiamna bergaul yang sebaiknya dengan menghindarkan sikap sombong/angkuh, kata-kata yang dapat menyakitkan hati, sinis, menghina, dan sebagainya.
b. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah/sekolah. Ha ini biasanya disebabkan karena anak tidak menyenangi pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, sehingga ia menjauhkan diri dari kesibukan-kesibukan rumah/ sekolah, dan mencari kesibukan lain yang tidak terbimbing dan tidak terawasi.
c. Anak yang sering mengeluh/meresah karena mengalami masalah yang tidak terpecahkan oleh dirinya sendiri, sehingga akibatnya dapat terbaw pada goncangan emosi yang berlarut-larut.
d. Anak sering berprasangka bahwa orang tua/guru-guru mereka bersikap tidak baik terhadapnya dan sengaja menghambat dirinya.
e. Anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian/pikiran mereka (berkonsentrasi), karena adanya goncangan emosi pada dirinya.
f. Anak yang mengalami febia dan gelisah yang kelewat batas, sehingga berbeda dengan ketakutan anak-anak normal lainnya.
g. Anak yang sering menyakiti dan mengganggu teman-temannya, baik di rumah maupun di sekolah.
h. Anak yang suka berbohong atua berkata palsu/menipu.
i. Anak yang merasa tidak dihargai hasil usahanya, karena orang dewasa telah menetapkan/meletakkan tujuan yang terlalu sukar untuk dicapai anak. Akibat kebosannnya mereka lalu melakukan hal-hal yang berbahaya untuk menarik perhatian orang dewasa. Untuk mengantisipasi hal ini berikan tugas-tugas yang proporsional (mulai dari yang mudah-mudah dulu, kemudian agak sukar, sampai yang sukar-sukar.
j. Anak yang suka membolos karena malas belajar atau tidak menyukai mata pelajaran tertentu (perhatikan juga anak-anak pembolos yang menjadi sumber penularan penyakit membolos).
2.3. Kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk Menangkal Kenakalan
Kiranya kita sependapat, melalui Tri Pusat Pendidikan (keluarga, sekoah, masyarakat) kita dapat melakukan secara bersama-sama dan bahu-membahu dalam menangkal kenakalan anak/rejama dengan penuh kearifan demi tercapainya tujuan mulia dengan risiko yang sekecil-kecilnya, baik oleh para pendidik, orang tua, pemuka masyarakat, pemuka agama, penegak hukum, ahli hukum, dokter, psikolog, dan pejabat pemerintah, secara preventif maupun secara kuratif/represif.
a. Dalam keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat primer dan fundamental.
Pembentukan-pembentukan pembiasaan (habit formations) yang sehat, pemberian tugas, pembeiran tugas yang sepadang dan menghasilkan kesuksesan, akan menimbulkan rasa nyaman serta kekerasan dalam keluarga, serta menjauhkan terjadinya goncangan emosi. Orang tua/pengganti orang tua sebagai panutan keluarga, selain memperhatikan hal-hal seperti yang telah diutarakna, sebaiknya dalam mengambil kebijakan serta menangkal kenakalan anggota keluarganya memperhatikan pula hal berikut: (secara global).
1) Bila orang tua mendengar/melihat anaknya “ngebut”, maka selain memberikan penjelasan-penjelasan tentang risiko/ bahaya atau akibat-akibat ulah tersebut ajaklah untuk menyaksikan lomba balap motor/mobil atau grastrack, bahkan bila mungkin mengajaknya ikut belatih balapan sehingga kemungkinan atau tersalut keinginannya dalam pengawasan, atau menjadi negeri akan akibatnya, hingga berkesimpulan bahwa berkendaraan yang mengikuti sopan santun berlalu litnas yang memiliki SIM yang sah lebih menguntungkan daripada yang menyalahi aturan/norma.
2) Untuk menangkal peredaran pornografi sebaiknya ditingkatkan peredaran bacaan-bacaan bermutu (judul, isi, ilustrasi, kertas, cetakan dan sebagainya) sesuai selera/ minat anak/ remaja, hal ini akan menimbulka minat baca yang tinggi.
3) Menangkal anak-anak yang suka membuat kerusakan, corat-coret, sabotase, dan sebagainya, yaitu dengan mengajak mengisi waktu luang mereka dengan kesibukan-kesibukan yang bermakna, seperti acara rekreasi keluarg,a mengikuti lomba lukis anak-anak, menanam tanaman hias dalam pot untuk menimbulkan rasa sayang pada tanaman, memelihara binatang-binatang kesayangan untuk menimbulkan rasa sayang pada binatang dan sesama makhluk hidup, mengadakan acara lotisan keluarga untuk menimbulkan rasa sayang pada kesegaran buah-buahan yang bermanfaat bagi kesehatan, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan produktif-produktif lainnya seperti olahraga, kerja bakti, menanam tanaman obat-obatan, memelihara ikan hias dan sebagainya.
4) Menangkal keikutsertaan anak dalam kelompok “gang”, dengan mengisi berbagai kesibukan keluarga dengan kegotong-royongan, serta menumbuhkan sikap harga menghargai dan kerjasama, saling memberikan (memperhatikan), toleransi, dan sebagainya.
5) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan mengikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan/ pengajian/ sembahyang, agar tidak mudah goyah terhadap berbagai godaan serta cobaan hidup.
6) Berkenaan dengan masalah kenakalan anak yang (kemungkinan) masuk dalam the prescientific theory, maka deteksi terhadap kemungkinan adanya/tidak adanya pengaruh/kemasukan roh jahat dapat diserahkan kepada para psikolog atau paranormal yang terdekat.
7) Menangkal perbuatan kenalaan anak yang berbuat semau gue (freedom of the will) orang tua perlu senantias menunjukkan contoh (Ing ngarsa sung tuldha) bahwa mereka juga tidak semau gue dalam perbuatan sehari-hari, semuanya mengikuti tata aturan serta budaya masyarakat yang berlaku dan dijunjung tinggi, dan tata aturan serta budaya ini perlu diinformasikan dan dijelaskan secara rasional disertai sanksi-sanski bagi pelanggarnya.
8) Contoh-contoh dalam film/sinetron dapat dipetik untuk menangkal berbagai kenakalan (misalnya Si Midun, Satria Baja Hitam, dan sebagainya). Menurut Goddard (1914), orang yang inteligensinya rendah biasanya mudah tersugesti dan mudah terpengaruh ke arah kenakalan sampai perbuatan-perbuatan pelanggaran.
b. Di lingkungan sekolah
Setiap pendidikan menyiratkan bahwa pendidikan sebagai proses sosialisasi anak dalam lingkungan sosialis. Kultur/ budaya akademis, kritis dankretaif, serta sporti harus terbina dengan baik demi terbentuknya kestabilan emosi sehingga tidak mudah goncang dan menimbulkan ekses-ekse yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan berbahaya serta kenakalan.
Beberapa hal yang dapat dikumpulkan sebagai penyebab rendahnya minat belajar anak-anak nakal antara lain :
1) Suka menyelewengkan waktu beajar untuk kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti bergadang, omong kosong sambil merokok atau minum-minuman keras sampai penyalahgunaan narkotika/obat-obatan terlarang, pil koplo, dan sebagainya.
2) Suka menunda-munda waktu belajar. Untuk menghadapi kasus semacam ini, secara preventif dapat dilakukan dengan menyadarkan akan perlunya memperhatikan pepatah :”Never delay till tomorrow, what you can do today” dilanjutkan dengan “Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”.
3) Suka membolos atau meninggalkan pelajaran mengakibatkan siswa ketinggalan pelajaran, atau kehilangan bagian penting dari pelajaran, lebih-lebih bila pelajaran itu bersifat prerekuisit (misalnya matematika), maka kerugian-kerugian itu akan semakin menjadi “momok” dari studinya.
4) Suka melamun dan kurang berkonsentrasi dalam pelajaran, atau sering menganggu teman-temannya selama pelajaran, atau suak membadut dalam kelas untuk menarik perhatian. Kebijaksanaan, guru dalam hal ini adlaha dengan meningkatkan strategi pengelolaan kelas serta strategi instruksional agar dapat secara mengkonsolidasaikan PBM-nya.
5) Selanjutnya cara-cara penangkalan seprti yang dilakukan dalam keluarga, terutama yang relevan, dapat dilakukan juga dalam lingkungan sekolah.
c. Di lingkungan masyarakat
Dalam lingkungan masyarakat yang luas dan kompleks (mencakup keluarga dan sekolah), partisipasi seluruh unsur terkait sangat diharapkan, yaitu para pemuka agama, pemerintah daerah, penguasa setempat, penegak hukum, tekaga medis dan paramedis, psikolog/psikiater, pendidik, organisasi pemuda, organisasi wanita dan sebagainya agar secara terpadu dan secara individual tanpa membedakan suku, golongan, agama, kedudukan, strata dan sebagainya memikul tanggung jawab dan secara otomatis harus merasa terpanggil memikul dan memiliki tanggung jawab secara proposional untuk melakukan tindak penangkalan secara bijak dan bertanggung jawab, tanpa pamrih pribadi/golongan, dan nonbisnis.
DAFTAR PUSTAKA
• “Sosiologi Pendidikan” Suatu Analis Sosiologi tentang Berbagai Problem Pendidikan. Drs. Ary H. Gunawan.