BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mana diketahui, pembahasan dalam makalah ini adalah membahas tentang, ajakan kepad kebaikan, dan sesuai dengan pengertiannya, maka bagi yang mengajak kepada kebaikan ia akan mendapatkan sesuatu yang efek yang positif dari perbuatan yang dilakukannya
Begitu juga hanya dengan kejahatan sesuai dengan pengertian dosa, maka setiap kejahatan yang disebarkan, pelakunya mendapatkan yang disebabkan pelakunya akan mendapatkan dampak negative juga atas tindakannya
Untuk catatan, semakin banyak orang yang mengikuti ajakan kebaikan semakin banyak pula hal positif yang akan di dapat baik untuk dunia maupun akhirat. Begitu juga halnya dengan kejahatan
BAB II
PEMBAHASAN
AJAKAN KEPADA KEBAIKAN
A. Ajakan kepada yang ma’ruf dan mejauhi dari yang munkar.
1. Dasar Hadits
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان (رواه مسلم )[1]
Artinya : “Dari Abi sa’id Al-Khudry r.a. ia berkata: “saya telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda :”barang siapa diantara kalian melihat kemunkaran hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu (sanggup), maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup (pula) maka dengan hatinya. (namun), yang demikian (merubah kemungkaran dengan hati) itu adalah selemah-lemahnya iman. “ (HR. Muslim).
2. Penjelasan (syarah) Hadits
Semua manusia di dunia tentu mendambakan perdamaian dan kenyamanan dalam hidupnya. Berbagai bentuk pelanggaran dan kejahatan pasti ditolak dan tidak diinginkan oleh semua manusia termasuk oleh pelaku kejahatan sekalipun. Upaya memberantas dan menghapus berbagai kemungkaran merupakan bagian dari kewajiban setiap orang yang beriman. Hal tersebut dilakukan menurut kemampuannya masing-masing.
Kewajiban melakukan amar ma’ruf nahi mungkar berlaku bagi semua orang laki-laki maupun perempuan, penguasa maupun rakyat, ulama, maupun orang biasa. Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 110 yang artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”.
Dalam surat al Taubah ayat 71 Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan solat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberikan rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. “(QS. al Taubah:71).
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya amar ma’ruf adalah melaksanakan berbagai kebaikan lahir maupun batin yang mengarah kepada shalah (kebaikan) hidup individu dan masyarakat, maka akan terpelihara berbagai kemaslahatan yang dikehendaki syariat bagi manusia.
Kewajiban melaksanakan kewajiban amar ma’ruf berdasarkan pada al Qur’an surat Ali Imran /3 : 104 yang berbunyi sebagai berikut :
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون
( ال عمران : )
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itu orang-orang yang beruntung. “(Ali Imran : 104)
Berdasarkan ayat diatas, kewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar merupakan suatu kewajiban dan perbuatan yang mulia. Apabila seseorang menyaksikan kemunkaran, maka hendaknya berusaha menolaknya atau menghilangkannya dengan kekuatan yang ia miliki apakah dengan melakukanya sendiri atau bersama-sama dengan orang lain.[2]
Ada dua hal yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan ayat ini, Pertama, nilai-nilai ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasif dalam bentuk ajakan yang baik. Sekedar mengajak yang dicerminkan antara oleh kata yang mengajak dan oleh firman-Nya: “ Ajaklah ke jalan tuhan-mu dengan cara bijaksana, nasehat (yang menyentuh hati) serta berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang lebih baik.” ( Q.S. An –Nahl(16) : 125). Perhatikan ( بالتى هي أحسن ) dengan cara yang lebih baik, bukan sekedar baik.
Yang kedua yang perlu digaris bawahi adalah Al-ma’ruf, yang merupakan kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga Al-munkar seharusnya dicegah, baik yang memerintahkan dan mencegah itu pemilik kekuasaan ataupun bukan.
Dengan konsep “Al ma’ruf”, Al Qur’an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nila-nilai akibat perkembangan positif masyarakat. Hal ini ditempuh al-Qur’an, karena idea/nilai yang dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat tidak akan diterapkan. Karena itu al-Qur’an, disamping memperkenalkan dirinya sebagai pembawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, ia juga melarang pemaksaan nilai-nilainya walau merupakan nilai yang amat mendasar, seperti keyakinan akan keesaan Allaw swt.
Perlu dicatat bahwa konsep “Al Ma’ruf” hanya membuka pintu bagi perkembangan positif masyarakat, bukan perekembangan negatifnya. Dari sini filter “Al-khair” harus benar-benar difungsikan. Demikian juga halnya dengan “munkar” yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pandangan tentang “muruah”, identitas, dan integritas seseorang. Karena itu sungguh tepat pada era yang ditandai oleh pesatnya informasi serta tawaran nilai-nilai berpegang pada kaidah:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح""
“Mempertahankan nilai lama yang baik, dan mengambil nilai baru yang lebih baik”.[3]
Upaya mencegah kemunkaran serta amar ma’ruf harus dilakukan dengan sunguh-sungguh karena amar ma’ruf pada dasarnya merupakan bagian dari jihad.
Semangat jihad dengan pengerahan daya upaya dan kekuatan yang dimiliki untuk memperjuangkan atau meraih sesuatu kesuksesan dan melawan hal-hal yang bruruk harus di miliki oleh setiap muslim. Kana jihad itu bermakna mempertahankan, memperjuangkan dan melawan atau menangkal serangan lawan baik yang tampak (lahir) maupun yang tidak tampak (batin) dari dalam diri maupun dari luar.[4]
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebathilan.tetapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh. Karena itu,
الجهاد ماض إلى يوم القيامة
“Perjuangan itu berlanjut hingga hari kiamat”.
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti letih/sukar’ jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata “juhd” yang berarti kemampuan. Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan. Dari kata yang sama tersusun ucapan “jahida bir-rajul” yang artinya seseorang sedang mengalami ujian. Terlihat bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Makna-makna kebahasaan dan maksudnya di atas dapat dikonfirmasikan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jihad. Firman Allah berikut ini menunjukkan betapa jihad merupakan ujian dan cobaan:
ام حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يعلم الله الذين جهدوا منكم ويعلم الصابرين.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran (3) :142).
Demikian terlihat bahwa jihad merupakan cara yang ditetapkan oleh Allah untuk menguji manusia. Tampak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai isyarat bahwa jihad adalah sesuatu yang sulit. Memerlukan kesabaran serta ketabahan.
Jihad juga mengandung arti “kemampuan” yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan.karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
Seorang mukmin pastilah harus menjadi mujahid, karena jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian seorang muslim.Mereka yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan mencapai cita-citanya.
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا. ( العنكبوت : ).
“ Orang orang yang berjihad di jalan Kami, pasti pasti akan kami tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami.”
Terakhir dan yang terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan demi Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi. Berulang-ulang Al-Qur’an menegaskan redaksi fi sabilillahi ( di jalan-Nya) bahkan Al Qur’an surat Al-Hajj ayat 78 memerintahkan:
وجاهدوا فى الله حق جهاده .
“ Berjihad di (jalan) Allah dengan jihad sebenar-benarnya.”[5]
B. Keutamaan mengajak kepada kebaikan
1. Dasar Hadits
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من اتبعه لاينقص ذلك من أجورهم شيأ. ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الأثم مثل أثام من اتبعه لاينقص من اثامهم شيأ ( أخرجه مسلم ومالك وأبوداود والترمذي )
Artinya:” Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: “Rasulullah saw, telah bersabda:” Barang siapa yang menyeru kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinyatanpa dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosanya orang-orang ynag mengikutinya tanpa dikurangi dosa itu sedikitpun (juga).” ( Di takhrij oleh Muslim, Malik, Abu Dawud dan Tirmidzi).
2. Penjelasan (sarah) hadits.
Mengajak orang melakukan perbuatan baik dan mencegahnya melakukan tindakan kejahatan merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Dengan mengajak orang berbuat baik berarti menjaga orang tersebut dari perbuatan maksiat yang implikaisnya akan kembali terhadap pelaku serta bagi lingkungan masyarakat.
Demikian pula, mengingatkan orng dan mencegah melakukan perbuatan jahat sebagai antisipasi rusaknya tatanan kehidupan.
Dengan manfaat yang sangat banyak dari pelaku amar ma’ruf nahi munkar maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan sangat mulia dan Allah memberikan balasan pahala kebaikan bagi setiap orang yang memberikan suri tauladan atas perbuatan baik serta balasan yang setimpal bagi setiap orang yang memulai melakukan tindak kejahatan.
Setiap orang yang memberikan contoh atau penggagas utama suatu kebaikan akan mendapat pahala dari usaha yang telah dilakukannya serta kebaikan orang yang mengikutinya. Sedangkan orang yang memprakarsai perbuatan buruk, dia akan mendapat balasan keburukan dari apa yang telah dilakukannya serta keburukan orang yang mengikutinnya. Oleh karena itu umat islam dianjurkan agar menjadi suri tauladan dan contoh bagi setiap kebaikan serta pencegah utama atas berbagai keburukan. Dalam hadistnya Rasulullah saw bersabda:
من غير أن ينقص من أجورهم شيئ و من سن فى الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيئ ( رواه مسلم )
“Barangsiapa merintis dalam Islam suatu jalan yang baik, maka ia memperoleh pahala jalan yang baik itu dan pahala orang yang melakukannya sesudah dirinnya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam islam suatu jalan yang buruk, maka ia akan menerima dosa jalan buruk itu dan dosa orang yang mngerjakannya sesudah dirinya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka” (HR. Muslim)
Sungguh terpuji seseorang yang merintis jalan kebaikan yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya sehingga pahalannya melimpah bagi dirinnya dari pahala orang-orang yang mengikutinnya. Hal ini tampaknya harus menjadi prinsip hidup seorang muslim untuk melakukan atau merintis perbuatan baik sehingga orang lain mengikutinnya.
Yang demikian itu banyak dicontohkan oleh Rasulullah saw serta para sahabatnya. Demikian pula, para ulama dan tokoh terkenal yang banyak memprakarsai suatu amal usaha kebaikan mereka akan mendapatkan pahala atas usaha yang dirintisnya serta pahala orang-orang yang mengikutinnya.
Namun, jangan pula merintis suatu keburukan yang mengakibatkan dosa dan malapetaka pun akan didapat oleh orang-orang yang mengikutinnya. Sebagai contoh, suatu kebijakan tentang program amal tetapi mengandung unsur judi, maka orang yang menggagas tersebut merupakan perintis dari keburukan. Karena, akibat yang akan terjadi dari perilaku judi berakibat buruk bagi orang tersebut serta orang-orang yang mengikutinnya setelah dia. Setiap orang beriman dituntut untuk menjadi suri tauladan yang baik serta menjadi pemimpin pencegah suatu keburukan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dari sisi pahala nilai satu perbuatan mengajak kepada kebaikan jika dilakukan bias bernilai lebih dan sama dengan pahala suatu ibadah, atau bahkan beribu-ribu ibadah
2. Satu perbuatan mengajak kepada kejahatan jika tidak bertobat bias menjadi hidup terlaknat selamanya dan mati dalam kesesatan.
3. Ajakan kepada kebaikan akan mendatangkan dampak positif bagi pelakunya
4. Ajakan kepada kejelekkan, juga akan mendatangkan dampak negative juga bagi pelakunya