Semoga makalah tentang Pergaulan Bebas ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan dalam proses belajar mengajar.. Blog Edukasi ini menambah referensi teman-teman semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat modern yang
serba kompleks sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi,
industrialisasi dan urbanisasi, telah memunculkan banyak masalah sosial.
Masalah – masalah sosial yang dianggap sebagai sosiopatik atau sakit secara sosial,
dan secara sosial kita kenal sebagai penyakit masyarakat itu merupakan fungsi sosial
dari totalitas sistem sosial.
Salah satu masalah sosial yang sudah
mengglobal saat ini adalah masalah seks bebas yang banyak terjadi pada kalangan
remaja. Banyak dari mereka yang masuk ke lembah hitam tanpa mereka sadari.
Adanya dorongan seksual yang mempunyai arti kecenderungan biologis untuk
mencari tanggapan seksual dan tanggapan yang berbau seksual dari orang lain,
biasanya dari lawan jenis muncul pada awal remaja dan tetap bertahan kuat
sepanjang hidup. Ada perbedaan pendapat tentang apakah dorongan seks dibawa
dari lahir atau dipelajari. Menurut beberapa sarjana yang mempertanyakan apakah
ada suatu dorongan seks bawaan, menegaskan bahwa impuls kita untuk mencari
pasangan seks dan menggunakan organ seks merupakan hasil dari belajar sosial.
Akan tetapi, karena bersifat universal dan terdapat pada semua manusia,
kebanyakan ahli mengganggap bahwa dorongan seks manusia adalah warisan
biologis. (Paul Horton, 1987:147).
Namun demikian, banyak dari mereka menyalahgunakan adanya dorongan
seksual sehingga terjadi masalah masalah, diantaranya seks bebas. Lantas, apa
sebenarnya seks bebas itu, apa saja faktor - faktor yang meyebabkannya, dan
bagaimana dampak serta cara penanggulangannya. Itulah yang akan penyusun ulas
dalam makalah ini.
B.
Rumusan masalah
1. Pengertian Seks Bebas
2. Penyebab dan dampak pergaulan
bebas
3. Hubungannya dengan nilai
pancasila,agama & hukum
4. Hubungan pergaulan bebas dan
penyimpangan prilaku remaja
5.
Dampak bagi perilaku remaja
6. Hubungannya dengan uu app
7. Faktor penyebab terjadinya seks bebas
8. Cara penanggulangan seks bebas
C.
Ruang Lingkup Masalah
Pergaulan Bebas Pergaulan bebas
adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia adalah
makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan
antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship).
WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia)
BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak
Reproduksi)
Human Immunodeficiany Virus/Acquired
Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)
Pacaran merupakan satu konsep yang
sama dengan pergaulan bebas.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pergaulan
Bebas
Pengertian Pergaulan Bebas Pergaulan
bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia
adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan
hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal
relationship). Pergaulan juga adalah HAM
setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak boleh
dibatasi dalam pergaulan, apalagi dengan melakukan diskriminasi, sebab hal itu
melanggar HAM. Jadi pergaulan antar manusia harusnya bebas, tetapi tetap
mematuhi norma hukum, norma agama, norma budaya, serta norma bermasyarakat.
Jadi, kalau secara medis kalau pergaulan bebas namun teratur atau terbatasi
aturan-aturan dan norma-norma hidup manusia tentunya tidak akan menimbulkan
ekses-ekses seperti saat ini. Pergaulan bebas sering dikonotasikan dengan
sesuatu yang negatif seperti seks bebas, narkoba, kehidupan malam, dan
lain-lain. Memang istilah ini diadaptasi dari budaya barat dimana orang bebas
untuk melakukan hal-hal diatas tanpa takut menyalahi norma-norma yang ada dalam
masyarakat. Berbeda dengan budaya timur yang menganggap semua itu adalah hal
tabu sehingga sering kali kita mendengar ungkapan “jauhi pergaulan bebas”. Pengertian Remaja Remaja didefinisikan sebagai masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial
budaya setempat. Menurut WHO (badan PBB untuk
kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang
digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19
tahun dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN
(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah
10 sampai 21 tahun. Dampak Pergaulan Bebas Dampak
dari pergaulan bebas akan menimbulkan perilaku-perilaku yang negatif, yang
antara lain; negatif minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS. Melakukan
hubungan seks secara bebas merupakan akibat pertama dari pergaulan bebas yang
merupakan lingkaran setan yang tidak ada putusnya dengan berbagai akibat di
berbagai bidang antara lain di bidang sosial, agama dan kesehatan. Yayah Khisbiyah
(1994), misalnya, mengutip berbagai hasil penelitian yg
menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Pakar seks juga
specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks
bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi
dua puluh persen pada tahun 2000. Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar
di Indonesia berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di
Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan
seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke
jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di
pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SEKS BEBAS
Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya
seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Nah,
kemudian agar kita dapat membicarakan dan mendiskusikannya dengan bebas
terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah
dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan
“seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan
didiskusikan, seksologi adalah untuk ditulis secara ilmiah, dan seks adalah untuk
dialami dan ‘dinikmati’. ( Zen. “Definisi Seks”. 2009.)
Di dalam kamus, seks sebenarnya
mempunyai dua arti, yaitu seks yang berarti jenis kelamin atau gender, dan seks
yang berarti senggama atau melakukan aktivitas seksual, yaitu hubungan
penyatuan antara dua individu dalam konteks gender di atas.
Hampir masyarakat berpendapat bahwa
perlu adanya pengaturan penyelenggaraan hubungan seks. Sebab, dorongan seks itu
begitu besar pengaruhnya terhadap manusia seperti nyala api yang berkobar. Api
itu bisa bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat menghancurkan peradaban
manusiawi. Demikian pula dengan seks, bisa membangun kepribadian seseorang,
akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. (Kartini
Kartono,1981:22)
Variasi dari pengaturan dari penyelenggaraan
seks bisa kita lihat pada tradisi-tradisi seksual pada bangsa-bangsa primitif
di bagian-bagian dunia. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan serta komunikasi terjadilah banyak perubahan sosial yang serba
cepat pada hampir semua kebudayaan manusia. Perubahan sosial tersebut
mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus juga mempengaruhi pola-pola
seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh
penyebab dari perubahan sosial, antara lain oleh : urbanisasi, mekanisasi, alat
kontrasepsi,lamanya pendidikan,demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat,
dan modernisasi. Sebagai efek samping yang ditimbulkan ada kalanya terjadi
proses keluar dari jalur dari pola-pola seks, yaitu keluar dari jalur-jalur
konvensional kebudayaan. Pola seks dibuat menjadi hyper modern dan radikal,
sehingga bertentangan dengan system regulasi seks yang konvensional, menjadi seks
bebas.
Sedangkan pengertian dari seks
bebas itu sendiri adalah hubungan seksual yang dilakukan pra nikah (tanpa
menikah), Sering berganti pasangan. (Naufal, Muhammad. “Bahaya Seks Bebas dan
Pengertian Seks Bebas”. 2009.
A. PENYEBAB DAN DAMPAK PERGAULAN
BEBAS
Tingginya kasus
penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS),
khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas. Demikian pula masalah remaja terhadap
penyalahgunaan narkoba semakin memprihatinkan.
Semakin
memprihatinkan penderita HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak
permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu
mengembangan model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja
melalui pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.
“Pusat informasi
dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja menjadi model pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan peranserta individu
memberikan solusi kepada teman sebaya yang mengalami masalah kesehatan
reproduksi”.
Belum lama ini ada
berita seputar tentang keinginan sekelompok masyarakat agar aborsi dilegalkan,
dengan dalih menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia. Ini terjadi karena tiap
tahunnya peningkatan kasus aborsi di Indonesia kian meningkat, terbukti dengan
pemberitaan dimedia massa atau TV setiap tayangan pasti ada terungkap kasus
aborsi. Jika hal ini di legalkan sebgaimana yang terjadi di negara-negara Barat
akan berakibat rusaknya tatanan agama, budaya dan adat bangsa. Berarti telah
hilang nilai-nilai moral serta normayang telah lama mendarah daging dalam
masyarakat. Jika hal ini dilegal kan akan mendorong terhadap pergaulan bebas
yang lebih jauh dalam masyarakat.
Orang tidak perlu
menikah untuk melakukan hubungan seks. Sedangkan pelepasan tanggung jawab
kehamilan bisa diatasi dengan aborsi. Legalisasi aborsi bukan sekedar
masalah-masalah kesehatan reproduksi lokal Indonesia, tapi sudah termasuksalah
satu pemaksaan gaya hidup kapitalis sekuler yang dipropagandakan PBB melalui
ICDP (International Conference on Development and Population) tahun 1994 di Kairo
Mesir.
Pada dasarnya
seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami ; penderitaan kehilangan
harga diri (82%), berteriak-teriak histeris (51%), mimpi buruk berkali-kali
mengenai bayi (63%), ingin bunuh diri (28%), terjerat obat-obat terlarang (41%),
dan tidak bisa menikmati hubungan seksual (59%).
Aborsi atau
abortus berarti penguguran kandungan atau membuang janin dengan sengaja sebelum
waktunya, (sebelum dapat lahir secara alamiah). Abortus terbagi dua;
Pertama, Abortus
spontaneus yaitu abortus yang terjadi secara tidak sengaja. penyebabnya,
kandungan lemah, kurangnya daya tahan tubuh akibat aktivitas yang berlebihan,
pola makan yang salah dan keracunan.
Kedua, Abortus
provocatus yaitu aborsi yang disengaja. Disengaja maksudnya adalah bahwa seorang
wanita hamil sengaja menggugurkan kandungan/ janinnya baik dengan sendiri atau
dengan bantuanorang lain karena tidak menginginkan kehadiran janin tersebut.
Risiko Aborsi
Aborsi memiliki
risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan
hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan
aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “.
Ini adalah
informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang
sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis.
Dalam buku “Facts
of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd; Risiko kesehatan dan keselamatan
fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah
melakukan aborsi adalah ;
o Kematian mendadak karena
pendarahan hebat.
o Kematian mendadak karena
pembiusan yang gagal.
o Kematian secara lambat akibat
infeksi serius disekitar kandungan.
o Rahim yang sobek
(Uterine Perforation).
o Kerusakan leher rahim
(Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
o Kanker payudara
(karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
o
Kanker
leher rahim (Cervical Cancer).
o
Kanker hati
(Liver Cancer).
o
Kelainan
pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
o
Menjadi mandul/tidak
mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy).
o
Infeksi
rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
o
Infeksi
pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu
proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang
wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap
keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai
“Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini
dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam
penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh sebab itu
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus
dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik
dan benar. Dan memberikan kepada remaja tersebut penekanan yang cukup berarti
dengan cara meyampaikan; jika mau berhubungan seksual, mereka harus siap
menanggung segala risikonya yakni hamil dan penyakit kelamin.
Namun disadari,
masyarakat (orangtua) masih memandang tabu untuk memberikan pendidikan,
pengarahan sex kepada anak. Padahal hal ini akan berakibat remaja mencari
informasi dari luar yang belum tentu kebenaran akan hal sex tersebut.
B. HUBUNGANNYA DENGAN NILAI
PANCASILA,AGAMA & HUKUM
Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh perusahaan riset Internasional Synovate atas nama DKT
Indonesia melakukan penelitian terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24
tahun.
Hasil penelitian
tersebut mengungkapkan bahwa 64% remaja mengakui secara sadar melakukan
hubungan seks pranikah dan telah melanggar nilai-nilai dan norma agama. Tetapi,
kesadaran itu ternyata tidak mempengaruhi perbuatan dan prilaku seksual mereka.
Alasan para remaja melakukan hubungan seksual tersebut adalah karena semua itu terjadi
begitu saja tanpa direncanakan.
Hasil penelitian
juga memaparkan para remaja tersebut tidak memiliki pengetahuan khusus serta
komprehensif mengenai seks. Informasi tentang seks (65%) mereka dapatkan
melalui teman, Film Porno (35%), sekolah (19%), dan orangtua (5%). Dari
persentase ini dapat dilihat bahwa informasi dari teman lebih dominan
dibandingkan orangtua dan guru, padahal teman sendiri tidak begitu mengerti
dengan permasalahan seks ini, karena dia juga mentransformasi dari teman yang
lainnya.
Kurang perhatian
orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas
dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri di luar
nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga
dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cendrung
berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini.
Pada zaman modren
sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan
kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang
bertentangan dengan nilai moral dan agama. Seperti model pakaian (fasion),
model pergaulan dan film-film yang begitu intensif remaja mengadopsi kedalam
gaya pergaulan hidup mereka termasuk soal hubungan seks di luar nikah dianggap
suatu kewajaran.
Bebera faktor yang
menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu;
Pertama, Faktor agama dan iman.
Kedua, Faktor Lingkungan seperti
orangtua, teman, tetangga dan media.
Ketiga, Pengetahuan yang minim ditambah
rasa ingin tahu yang berlebihan.
Keempat, Perubahan Zaman.
NILAI AGAMA
Banyak calon ibu
yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau
tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan
kandungannya.
Membunuh satu
nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya
dengan menyelamatkan semua orang.
Tuhan memberikan
ganjaran dosa yang sangat besar terhadap pelaku aborsi.
Oleh sebab itu
aborsi adalah membunuh, membunuh berarti melakukan tindakan kriminal.
NILAI HUKUM
Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Indonesia Bab XIV tentang kejahatan terhadap
kesusilaan pasal 229 ayat (1) dikatakan bahwa perbuatan aborsi yang disengaja
atas perbuatan sendiri atau meminta bantuan pada orang lain dianggap sebagai
tindakan pidana yang diancam dengan hukuman paling lama 4 tahun penjara atau
denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Ayat (2) pasal 299
tersebut melanjutkan bahwa apabila yang bersalah dalam aborsi tersebut adalah
pihak luar ( bukan ibu yang hamil ) dan perbuatan itu dilakukan untuk tujuan
ekonomi, sebagai mata pencarian, maka hukumannya dapat ditambah sepertiga
hukuman pada ayat (1) dia atas.
Apabila selama ini
perbuatan itu dilakukan sebagai mata pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan mata pencarian tersebut. Kemudian pada pasal 346 dikatakan bahwa
wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau meyuruh orang lain
untuk melakukan hal itu diancam hukuman penjara paling lama empat tahun.
Pada pasal 347
ayat (1) disebutkan orang yang menggugurkan atau mematikan kehamilan seorang
wanita tanpa persetujuan wanita itu diancam hukuman paling lama 12 tahun
penjara, dan selanjutnya ayat (2) menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan
tersebut berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang mengandung itu, maka pihak
pelaku dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Dalam pasal 348
ayat (1) disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggugurkan kandungan
seorang wanita atas persetujuan wanita itu diancam hukuman paling lama 15 tahun
penjara, dan ayat (2) melanjutkan, jika dalam perbuatan itu menyebabkan wanita
itu meninggal, maka pelaku diancam hukuman paling lama 17 tahun penjara. Dengan
demikian, perbuatan aborsi di Indonesia termasuk tindakan kejahatan yang
diancam dengan hukuman yang jelas dan tegas.
C. HUBUNGAN PERGAULAN BEBAS DAN
PENYIMPANGAN PRILAKU REMAJA
Melihat berbagai
fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang
terjerumus ke dalam lembah perzinahan (Free sex), disebabkan terlalu jauhnya
kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah kurangnya
pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan
wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan
lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa
penyeleksian yang ketat.
Kita telah
mengetahui bahwa sebagian besar bangsa barat adalah bangsa sekuler, seluruh
kebudayaan yang mereka hasilkan jauh dari norma-norma agama. Hal ini tentunya
bertentangan dengan budaya Indonesia yang menjujung tinggi nilai agama dan
pancasila. Tidak ada salahnya jika kita mengatakan pacaran adalah sebagian dari
pergaulan bebas. Sebab Saat ini pacaran sudah menjadi hal yang biasa bahkan
sudah menjadi kode etik dalam memilih calon pendamping. Fakta menyatakan bahwa
sebagian besar perzinahan disebabkan oleh pacaran. Bila kita menengok
kebelakang tentang kebudayaan Indonesia sebelumnya, pacaran (berduaan dengan
non muhrim) merupakan hal yang tabu. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa
pacaran memang tidak dibenarkan dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia,
demikian juga dengan budaya islam.
REMAJA & PERGAULAN BEBAS
Munculnya istilah
pergaulan bebas seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam
peradaban umat manusia, kita patut bersyukur dan bangga terhadap hasil cipta
karya manusia, karena dapat membawa perubahan yang positif bagi
perkembangan/kemajuan industri masyarakat. Tetapi perlu disadari bahwa tidak
selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan, mungkin bisa saja kemajuan itu
dapat membawa kepada kemunduran. Dalam hal ini adalah dampak negatif yang
diakibatkan oleh perkembangan iptek, salah satunya adalah budaya pergaulan
bebas tanpa batas.
Dilihat dari segi
katanya dapat ditafsirkan dan dimengerti apa maksud dari istilah pergaulan
bebas. Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan bebas
artinya terlepas dari ikatan. Jadi pergaulan bebas artinya proses bergaul
dengan orang lain terlepas dari ikatan yang mengatur pergaulan.
PACARAN ADALAH PINTU PERGAULAN
BEBAS
Pacaran merupakan
satu konsep yang sama dengan pergaulan bebas. Dari sumber di atas kita telah
mengetahui bahwa pergaulan bebas tidak mengenal batas-batas pergaulan. Para
remaja dengan bebas saling bercengkrama, bercampur baur (ikhtilat) antara lawan
jenis, akibatnya mudah di telusuri berkembanglah budaya pacaran.
Kecintaan terhadap
lawan jenis adalah fitrah manusia. Tetapi pacaran bukanlah wadah yang tepat.
Cinta bukanlah sekedar pandangan mata ataupun kerlingan. Bukan pula lembaran
surat yang berisi pujian kata yang melebihi dari ikatan pernikahan, dan cinta
tidak akan berakhir dengan pernikahan.
Banyak orang yang
mengagungkan dan memproklamirkan kata cinta. Namun mengapa gambaran dan
kenyataan pahit mewarnai dunia cinta. Betapa banyak cinta berujung pada
pembunuhan bayi-bayi yang tak berdosa. Banyak orang yang memiliki cinta
melakukan hal yang keji. Cinta berubah menjadi perceraian dan mengakibatkan
suramnya masa depan generasi mendatang. Mengapa pula cinta bisa dijajakan di
sembarang tempat oleh wanita berbusana minim? Hal-hal yang mengenaskan
sekaligus memalukan itu menjadi daftar persoalan yng melingkupi dunia cinta.
Sebagian orang
berpendapat bahwa cinta bermakna kecenderungan terus menerus disertai dengan
hati yang meluap-luap. Inilah yang membuat seseorang menjadi buta dan tuli.
Kebutaan ini dapat diartikan tidak lagi melihat tata nilai terutama nilai-nilai
syariat islam, sehingga banyak orang menabrak nilai-nilai Islam dalam
mengekspresikan cintanya. Dan yang dimaksud tuli yaitu tidak mau mendengar
nasihat-nasihat agama yang seharusnya dapat membingkai cintanya.
Lain halnya dengan
seseorang yang berada dalam wilayah tidak terlarang, seperti seseorang yang
berada jauh dari rumah lalu merindukan istrinya. Semua aktifitas tubuh kita
berpotensi menimbulkan zina ketika digerakkan atas nama syahwat yang melesat
lepas dari kendali fitrah.
D.
DAMPAK BAGI PERILAKU REMAJA
Ada dua bentuk prilaku yang bisa muncul pada remaja yang menganut paham
pergaulan bebas. Yaitu, memiliki akhlaq buruk dan perilaku fatamorgana.
Keduanya adalah prilaku tidak baik dalam kehidupan dan harus dihindari.
Dari memiliki akhlaq yang buruk antara lain adalah memiliki sifat takabur,
hasud, dendam, mudah marah, bohong, ingkar janji, menyia-nyiakan waktu, tidak
punya rasa malu, buruk sangka, penakut dan sebagainya. "Sedangkan
indikator dari prilaku fatamorgana antara lain suka pacaran, seks bebas,
narkoba, merokok, meminum khamar, gila mode, lupa aurat, konsumtif, percaya
pada astrologi dan lain-lain," .
Semua prilaku tersebut sangat tidak baik bila terus menggelayuti kehidupan
kita, sehingga harus dihindari semampu kita. Nah, berkaitan dengan upaya
menghindari ini, Islam menawarkan aturan untuk pergaulan remaja.
Pertama,
menundukkan pandangan. Islam mengharuskan baik laki-laki maupun perempuan untuk
menundukkan pandangan agar terhindar fitnah seksual melalui mata. Menjaga
pandangan mempunyai dua arti. Diantaranya, pandangan lahir, melihat dan
menikmati pada bagian-bagian tubuh yang menarik dan menggairahkan nafsu birahi.
Kemudian pandangan bathin , yaitu syahwat yang timbul di dalam hati untuk
mengadakan hubungan seksual atau perbuatan lain yang melanggar kesusilaan
setelah melihat bentuk lahir dari lawan jenis seks yang berlawanan.
Tingginya kasus penyakit Human
Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS),
khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan
bebas.
Demikian pula
masalah remaja terhadap penyalahgunaan narkoba semakin memprihatinkan.
Berdasarkan data penderita HIV/AIDS di sebagian besar menyerang usia produktif.
Penderita tersebut terdiri atas usia 5-14 tahun satu orang, usia 15-19 tahun 21
orang, usia 20-29 tahun 352 orang, usia 30-39 tahun 185 orang, usia 40-49 tahun
52 orang dan 50 tahun ke atas satu orang.
Semakin
memprihatinkan penderita HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak
permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu
mengembangan model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja
melalui pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.
Seks
Di Media, Biang Keladi Pergaulan Bebas Remaja
Eksploitasi
seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong
para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda.
Dengan melihat tampilan atau tayangan seks di media, para remaja itu
beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang bebas dilakukan oleh siapa saja,
dimana saja.
Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina yang memimpin
proyek penelitian ini, semakin banyak remaja disuguhi dengan eksploitasi seks
di media, maka mereka akan semakin berani mencoba seks di usia muda.
Sebelumnya para peneliti ini telah menemukan hubungan antara tayangan seks
di televisi dengan perilaku seks para remaja. Dengan mengambil sampel sebanyak
1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari Negara bagian North Carolina, AS
yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan
majalah selama 2 tahun berturut-turut, mereka mendapatkan hasil yang sangat
mengejutkan.
Secara umum, kelompok remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual
dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih
tinggi ketimbang remaja lain yang lebih sedikit melihat eksploitasi seks dari
media.
Maka tidak mengherankan kalau tingkat kehamilan di luar nikah di Amerika
Serikat sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding negara-negara industri maju
lainnya, hingga penyakit menular seksual (PMS) kini menjadi ancaman kesehatan
publik disana.
Pada saat yang sama, orang tua juga melakukan kesalahan dengan tidak
memberikan pendidikan seks yang memadai di rumah, dan membiarkan anak-anak
mereka mendapat pemahaman seks yang salah dari media. Akhirnya jangan heran
kalau persepsi yang muncul tentang seks di kalangan remaja adalah sebagai
sesuatu yang menyenangkan dan bebas dari resiko (kehamilan atau tertular
penyakit kelamin).
Parahnya lagi, menurut hasil penelitian tersebut, para remaja yang
terlanjur mendapat informasi seks yang salah dari media cenderung menganggap
bahwa teman-teman sebaya mereka juga sudah terbiasa melakukan seks bebas.
Mereka akhirnya mengadopsi begitu saja norma-norma sosial "tak nyata"
yang sengaja dibuat oleh media.
Hasil
penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Pediatrics,
serta sebagian dalam Journal of Adolescent Health. Namun
sayangnya, hasil penelitian tersebut belum melihat bagaimana dampak informasi
seks di internet pada perilaku seks remaja.
Dengan mendapatkan temuan-temuan lain yang lebih konsisten, mungkin kita
tak perlu menunggu lama untuk membuktikan bahwa media memiliki peranan penting
dalam pembentukan norma seksual di kalangan remaja. (reuters/dni)
E. HUBUNGANNYA DENGAN UU APP
Sebenarnya judul
di atas ingin saya tambahkan menjadi UU APP, ATM kondom, seks bebas,
pemerkosaan, pelacuran, aborsi, perceraian, single parent, broken home,
kenakalan remaja, kriminalitas dan masih banyak lagi tetapi tentunya terlalu
panjang. Bila kita jeli melihat masalah-masalah tersebut, yang sejatinya
merupakan produk sekulerisme yang bebas nilai, akan terlihat bahwa
masing-masing memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya. Semua ini akan
berujung pada kehancuran tatanan sosial sebuah masyarakat.
UU APP
(Undang-undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi) sampai saat ini belum juga
rampung. Beberapa pihak khususnya dari kalangan seniman menunjukkan
kekurangsetujuan terhadap RUU APP tersebut. Mereka beralasan nantinya akan
terjadi pemasungan terhadap kebebasan berekspresi.
Terlepas dari
permasalahan tersebut, pornografi dan pornoaksi secara langsung maupun tidak
telah menimbulkan banyak permasalahan sosial. Contoh realnya, banyak kasus
pemerkosaan yang terjadi setelah pelakunya menonton film porno. Bahkan sekarang
pemerkosaan bukan jadi monopoli orang dewasa saja, anak-anak sudah turut ambil
bagian dan sudah bisa ditebak alasannya karena penasaran setelah menonton film
porno. Tayangan seperti itu akan menimbulkan dorongan bagi penontonnya untuk
mengulangi apa yang mereka lihat. Tinggal menunggu adanya kesempatan lalu
semuanya akan terjadi.
Merebaknya seks
bebas di generasi muda akan mengakibatkan suramnya masa depan tatanan sosial
masyarakat Indonesia. Betapa tidak? Orang-orang akan enggan untuk menikah
karena kebutuhan seksual mereka telah terpenuhi. Mereka enggan hamil karena
menganggap memiliki anak itu merepotkan dan kalaupun ada kehamilan akan
dilakukan aborsi. Semua itu akan mengakibatkan sedikitnya anak-anak yang
dilahirkan.
Setidaknya inilah
yang terjadi di negara-negara yang sekuler. Angka pertumbuhan di negara jepang
misalnya, salah satu negara asia yang menganut gaya hidup bebas, angka
pertumbuhan penduduk terus turun.
(stat.go.jp).
Akibatnya beberapa dekade mendatang
negara-negara tersebut akan menjadi negara yang renta dan yang paling fatal
negara ini bisa saja mengalami ‘kepunahan’. Di sisi lain, masih di negara
Jepang, angka perceraian terus naik perlahan sedangkan angka pernikahan terus
turun tajam dari tahun ke tahun (stat.go.jp). Perceraian ini akan melahirkan
anak-anak yang broken home. Anak-anak yang broken home ini akan lebih mudah
terseret pergaulan yang buruk bahkan terjatuh pada tindakan kriminal. Studi
yang dilakukan di Amerika Serikat membuktikan ada korelasi yang erat antara
single-parent dan kriminal atau minimal kenakalan remaja.
Negara-negara
sekuler sedang mengalami detik-detik sakaratul maut. Mereka saat ini masih bisa
bertahan berkat dukungan dari kecanggihan teknologinya. It’s only a matter of
time. Bangsa Indonesia yang dikenal religius malah sedikit demi sedikit mulai
meniru langkah mereka. Lalu dengan apa lagi kita akan menyelamatkan bangsa ini?
Yang terpenting
sebenarnya adalah bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja
yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku di
dalam masyarakat serta dituntut peran serta orangtua dalam memperhatikan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari anaknya, memberikan pendidikan agama,
memberikan pendidikan seks yang benar. Oleh sebab itu permasalahan ini
merupakan tugas seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali, agar menjadi sebuah
proritas dalam penanganannya agar tidak terjadi kematian disebabkan aborsi
tersebut.
Catatan Penting : Wanita tidak mungkin
melakukan Aborsi, kecuali dia pasti telah Hamil, dan hal tersebut tidak mungkin
terjadi kecuali pasti ada pelaku penyebab kehamilan...??? siapkah dia.....???!!!.
Remaja Dan Hubungan Seksual Pranikah
Remaja kota kini semakin berani
melakukan hubungan seksual pranikah. Nampaknya hal itu berkaitan dengan hasil
sebuah penelitian, 10 - 12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat
kurang.
Ini mengisyaratkan pendidikan seks
bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin
penting.
Pengetahuan yang setengah-setengah
justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali. Kata-kata bijak ini
nampaknya juga berlaku bagi para remaja tentang pengetahuan seks kendati dalam
hal ini ketidaktahuan bukan berarti lebih tidak berbahaya. Data yang
dikumpulkan dr. Boyke Dian Nugraha, DSOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan
pada RS Dharmais, menunjukkan 16 - 20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya
telah melakukan hubungan seks pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu
cenderung naik; awal tahun 1980-an angka itu berkisar 5 - 10%.
Sementara itu Dra. Yulia S. Singgih
Gunarsa, psikolog dan konselor di sebuah sekolah swasta di Jakarta, juga
melihat fenomena banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo jasa
pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah
kehamilan.
Data tersebut mungkin tidak mewakili
kenyataan sebenarnya, yang bisa menunjukkan angka lebih tinggi atau lebih
rendah. Namun setidaknya kasus hubungan seksual pranikah itu ada hubungannya
dengan hasil suatu penelitian para dokter di Jakarta. Seperti dikutip Boyke, 10 - 12% remaja
di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang.
Dalam kaitan
dengan hubungan seksual, bisa diambil contoh ada remaja yang berpendapat, kalau
hanya sekali bersetubuh, tidak bakal terjadi kehamilan. Atau, meloncat-loncat
atau mandi sampai bersih segera setelah melakukan hubungan seksual bisa
mencegah kehamilan.
Pengetahuan seks
yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba,
tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Misalnya saja, berciuman atau
berenang di kolam renang yang “tercemar” sperma bisa mengakibatkan kehamilan,
mimpi basah dikira mengidap penyakit kotor, kecil hati gara-gara ukuran penis
kecil, sering melakukan onani bisa menimbulkan impotensi.
Beberapa akibat
yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan
berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau terjangkitnya
penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini sudah mendekam di tubuh
ratusan orang di Indonesia. Bandingkan dengan temuan Marlene M. Maheu, Ph.D.,
psikolog yang berpraktek di Kalifornia, AS, bahwa setiap tahun terdapat 1 dari
18 gadis remaja Amerika Serikat hamil sebelum nikah dan 1 dari 5 pasien AIDS
tertular HIV pada usia remaja.
Dibentak ortu
Melihat kenyataan
itu, pendidikan seks secara intensif sejak dini hingga masa remaja tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Apalagi mengingat, “Sebagian besar penularan AIDS terjadi
melalui hubungan seksual,” tegas Boyke yang juga pengasuh rubrik konsultasi
seks di majalah dan radio. Kalau tidak, mereka yang kini remaja tidak bisa
berbuat banyak saat memasuki usia produktif di abad XXI mendatang.
Seperti dikutip
Boyke, survai oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan, pendidikan seks
bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan, yang berarti
pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit akibat hubungan seks bebas.
Disebutkan pula,
pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak azasi manusia. Juga
nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya sehingga akan merupakan
pendidikan akhlak dan moral juga. Dengan itu diharapkan angka perceraian yang
berdampak kurang baik terhadap anak-anak pun dapat dikurangi.
Hanya yang jadi
soal hingga kini, “Pendidikan seks di Indonesia masih mengundang kontroversi.
Masih banyak anggota masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di rumah
maupun di sekolah,” tutur dr. Gerard Paat, kolsultan keluarga RS Sint Carolus.
Sekalipun untuk
tujuan pendidikan, anggapan tabu untuk berbicara soal seks masih menancap dalam
benak sebagian masyarakat. Akibatnya, anak-anak yang berangkat remaja jarang
yang mendapat bekal pengetahuan seks yang cukup dari ortu (orang tua). Padahal
tidak jarang para remaja sendiri yang berinisiatif bertanya, tapi justru sering
disambut dengan “kemarahan” ortu. “ Boro-boro mau ngejelasin soal seks, baru nanya sedikit aja, nyokap (ibu)
sudah mbentak, ‘Eh itu tabu, jangan diomongin!’” aku seorang remaja putri.
Bahkan anak-anak
yang kedua orang tuanya bekerja rata-rata kehilangan panutan. “Orang tua yang
mestinya menjadi tokoh panutan utama, justru kurang berperan karena kesibukan
mereka sendiri,” kata dr. Paat, yang sejak akhir tahun 1960-an memberikan
penyuluhan seks di sekolah dan luar sekolah.
Film, buku, dan
motel. Dampaknya tentu bisa ke mana-mana. Antara lain dalam memilih konsumsi
tontonan di TV yang masih berat dengan tayangan film barat dengan budaya dan
gaya hidup yang berbeda. Kehidupan dunia barat yang digambarkan dalam film
ataupun video, menurut Boyke, sering kali menunjukkan kehidupan seks bebas di
kalangan remaja. Tayangan serial macam Beverly Hills atau Bay Watch, Boyke
menyebut contoh, dengan bintang-bintang molek dan tampan itu mudah sekali
merasuk ke dalam benak remaja. Sehingga mereka bisa amat mudah meniru gaya
hidup muda-mudi dalam film itu.
“Justru ketika
informasi seperti itu tidak bisa kita hindari, peranan orang tua untuk
memberikan pengertian yang benar pada anak-anak menjadi penting,” tutur Boyke.
Minimnya
pengetahuan seks masih ditambah lagi dengan mudahnya mendapatkan prasarana
untuk melakukan seks bebas seperti di motel, cottage, vila; alat kontrasepsi;
lebih mudanya rata-rata gadis mendapatkan haid (9 - 11 th); serta tertundanya
usia perkawinan. Semua itu juga faktor yang ikut mempengaruhi remaja melakukan
kegiatan seks bebas dan kumpul kebo.
Celakanya, “Remaja
yang sudah terbiasa mengadakan hubungan seksual akan sulit menghentikannya,”
jelas Paat. Itu bukan semata-mata karena faktor ketagihan, tapi terutama akibat
timbulnya persepsi bahwa melakukan hubungan seksual sudah merupakan hal biasa.
Dr. Gerard Paat
Kalau itu sampai terjadi, ortu harus ikut bertanggung jawab. “Orang tualah yang
seharusnya pertama-tama memberikan pengetahuan seks bagi anak-anaknya.
Informasi seks dari teman, film, atau buku, yang hanya setengah-setengah tanpa
pengarahan, mudah menjerumuskan. Apalagi kalau si anak tidak tahu risiko
melakukan hubungan seksual pranikah,” kata Boyke.
Menurut Paat,
pendidikan seks pasif, karena tanpa komunikasi dua arah semacam itu, sudah bisa
mempengaruhi sikap serta perilaku seseorang. “Dalam pendidikan seks anak tidak
cukup hanya melihat dan mendengar sekali-dua kali, tapi harus dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan,” katanya. Sebab itu, pendidikan seks hendaknya
menjadi bagian penting dalam pendidikan di sekolah. Orang tua dan pendidik wajib
meluruskan informasi yang tidak benar disertai penjelasan risiko perilaku seks
yang salah.
Namun, pendidikan
seks di sekolah mestinya hanya pelengkap pendidikan seks di rumah. Bukan justru
menjadi yang utama seperti terjadi selama ini, kendati pendidikan seks di
sekolah, menurut beberapa pengamat tadi, masih belum optimal.
Pacaran jangan
dilarang. Pemberian pengetahuan seks mesti di rumah dilakukan sejak dini dan
dimulai dengan perilaku keseharian anak-anak. Ketika masih anak-anak misalnya,
berikan pengertian kepada mereka agar tidak ke luar dari kamar mandi sambil
telanjang, menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi, mengetuk pintu
terlebih dahulu sebelum masuk kamar ortu.
Kapan saja, di mana saja
Penjelasan yang
baik mampu membuka mata mereka betapa melakukan hubungan seksual pranikah itu
tidak ada untungnya. Ini misalnya terbukti ketika dr. Boyke membagikan
kuesioner kepada peserta seminar remaja. Jawaban mereka sebelum dan sesudah
mendengarkan ceramah bertolak belakang. Sebelum seminar, mereka rata-rata
menyetujui hubungan seksual sebelum nikah. Tapi sesudahnya, 90% peserta
menyatakan tidak setuju. Juga terungkap, mereka setuju adanya pendidikan seks,
hanya tidak tahu harus ke mana memperolehnya.
Penyampaian materi
pendidikan seks di rumah sebaiknya dilakukan kedua orang tua. “Sebelum usia 10
tahun pendidikan bisa diberikan secara bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih
berperan,” kata Paat. Menjelang akil balik, saat sudah terjadi proses
diferensiasi jenis kelamin dan mulai muncul rasa malu (pada wanita mengalami
haid, pertumbuhan payudara, dan pada laki-laki mengalami mimpi basah dan
perubahan suara), sebaiknya ibu memberi penjelasan kepada anak perempuan dan
ayah kepada anak laki-laki. “Sekali waktu boleh diadakan komunikasi silang.
Misalnya, kepada anak perempuannya seorang ayah dapat berdiskusi bagaimana
perasaan-perasaan pria bila jatuh cinta, atau sebaliknya kepada anak
laki-lakinya, ibu bisa mengungkapkan bagaimana perasaan seorang wanita bila
didekati pria.”
Menjelaskan
tentang seks juga tidak perlu secara eksklusif. Itu bisa dilakukan kapan saja dan di
mana saja. Saat sedang sibuk memasak, misalnya, tiba-tiba si anak bertanya
tentang kehamilan. Sang ibu tidak perlu menangguhkan jawaban atau menjanjikan
jawaban akan diberikan panjang lebar di kamar, tapi bisa langsung saat itu
juga. Tindakan eksklusif, menurut Paat, malah membuat si anak bisa
berkesimpulan, seks merupakan sesuatu yang luar biasa dan harus dirahasiakan.
Padahal pertanyaan seperti itu lumrah dan merupakan bagian dari kehidupannya.
“Kalau anak kita
sama sekali tidak pernah bertanya soal seks, jangan dikira pasti beres. Coba
pancinglah dengan buku,” jelas Paat. “Keterangan dalam buku yang kurang jelas
bisa didiskusikan dengan orang tua,” tambah Boyke.
Di RT pun bisa
Pendidikan seks di sekolah, demikian
Yulia dan Paat, hendaknya tidak terpisah dari pendidikan pada umumnya, dan
bersifat terpadu. Ia bisa dimasukkan ke dalam pelajaran ilmu biologi, kesehatan, moral dan
etika secara bertahap dan terus menerus. Mereka juga mensyaratkan penekanan
pada pendidikan moral, meski tidak perlu sedetail pendidikan agama, agar
pendidikan seks diterima murid sebagai suatu ilmu yang tidak untuk dipraktekkan
sebelum waktunya.
Sekali waktu penyuluhan seks juga
perlu diadakan. Misalnya, soal menghadapi masa haid dan mimpi basah bisa
diberikan kepada anak kelas VI SD, proses terjadinya bayi (spermatozoa bertemu
dengan sel telur) mulai diberikan kepada murid SLTP. Selanjutnya masalah
kebebasan seks, alat kontrasepsi sampai hubungan seks (bukan tekniknya)
diberikan kepada anak SLTA.
Menurut Yulia, penjelasan tentang
program pendidikan seks yang hendak disampaikan kepada murid perlu juga
diketahui orang tua murid. Maksudnya, agar mereka bisa memberi jawaban dan
tidak terkejut bila tiba-tiba si anak atau remaja bertanya soal seks kepada
mereka. “Karena, kadang-kadang ada anak yang dengan begitu bangga bercerita
tentang pengetahuan seks yang baru diberikan di sekolah,” tutur Yulia.
Dr. Paat dan dr. Boyke saling berbeda
pendapat dalam soal penyampaian informasi tentang alat kontrasepsi. “Alat
kontrasepsi macam kondom bukan rahasia lagi, karena dapat dibeli di mana-mana.
Yang penting, mereka diberi penjelasan bahwa pemakaian sebelum menikah
merupakan pelanggaran nilai-nilai moral dan agama,” kata Paat. Sedangkan Boyke
kurang setuju memperkenalkan pemakaiannya kepada remaja, karena khawatir
disalahgunakan.
Lebih tepat, kata Paat, kalau tema
penyuluhan didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah (problem solving
approach), yakni penyuluhan disertai kesempatan berkonsultasi dengan guru,
konsultan psikologi di sekolah, atau guru agama. Pasalnya, masalah yang
dihadapi setiap murid berbeda-beda.
Dalam hal ini Dra. Yulia menganggap
penting peran guru bimbingan dan penyuluhan (BP). Guru-guru ini tak cuma
sebagai guru BP, tapi juga mesti tahu soal pendidikan seks. “Kadang-kadang
murid segan bertanya kepada orang tua. Atau, pernah bertanya malah dimarahi
bapak atau ibunya,” jelas Yulia. Dengan adanya kesempatan berkonsultasi, si
anak bisa mengutarakan masalah pribadinya.
Selain di sekolah, “Di tingkat RT pun
sebetulnya bisa sekali waktu diselenggarakan ceramah tentang seks bagi para
orang tua atau remaja dengan bantuan dokter Puskesmas untuk mengisi kekosongan
itu,” kata Boyke.
Usul itu boleh juga. Bagaimanapun
pendidikan seks bukan semata-mata tanggung jawab orang tua dan pendidik, tetapi
juga masyarakat.
F. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SEKS BEBAS
Faktor penyebab seks bebas yang dialami remaja dapat
dikategorikan menjadi 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal:
- Faktor internal atau lebih lazimnya
dari dalam diri seseorang remaja itu. Keinginan untuk dimengerti lebih
dari orang lain bisa menjadi penyebab remaja melakukan tindakan
penyimpangan, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu
meninggikan diri sendiri, jikalau terlalu merendahkan diri sendiri orang
remaja lebih mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu dia
beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap orang lain tidak
gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman.
v
Faktor Eksternal / faktor dari luar pribadi seseorang remaja. Faktor paling terbesar
memberi terjadinya prilaku menyimpang seseorang remaja yaitu lingkungan dan
sahabat. Seseorang sahabat yang sering berkumpul bersama dalam satu geng,
otomatis dia akan tertular oleh sikap dan sifat kawannya tersebut. Kasih sayang
dan perhatian orang tua tidak sepenuhnya tercurahkan, membuat seorang anak
tidak betah berada di dalam rumah tersebut, mereka lebih senang untuk berada di
luar bersama kawan-kawannya. Apalagi keluarga yang kurang harmonis dan
kurangnya komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan seorang anak melakukan
penyimpangan sosial serta seks bebas yang melanggar nilai-nilai dan norma
sosial. Apabila ayah dan ibu mereka yang memiliki kesibukan di luar rumah akan
membuat anak-anak remaja semakin menjadi-jadi, sehingga mereka merasa tidak
diperdulikan lagi.
Selain faktor internal dan eksternal di atas, ada juga faktor lain yang secara umum dapat menyebabkan terjadinya seks bebas. Jelas tidak ada faktor tunggal tetapi jelas bahwa penyebabnya bukan kondom.
Faktor pertama: pergaulan. Kita tahu pergaulan punya pengaruh besar terhadap perilaku kita. Maka jika seseorang mempunyai lingkungan pergaulan dari kalangan teman-teman yang suka melakukan seks bebas, maka dia juga bisa terpengaruh dan akhirnya ikut melakukan seks bebas.
Faktor kedua: pengaruh materi pornografi (film, video, internet dsb).Jika seseorang berulang kali mengakses materi pornografi, maka ini bisa mendorong terjadinya perilaku seks bebas.
Faktor ketiga: pengaruh obat/narkoba dan alkohol. Seseorang yang bebas dari pengaruh narkoba dan alkohol bisa berfikir jernih dan ini mencegah dia melakukan perilaku berisiko. Dalam keadaan dipengaruhi oleh narkoba dan alkohol, maka pemikiran jernih bisa menurun dan ini bisa mendorong terjadinya perilaku seks bebas.
Faktor keempat: kualitas hubungan suami-isteri (buat yang sudah menikah). Jika ada masalah dalam hubungan suami-isteri, maka ini bisa mendorong yang bersangkutan melakukan hubungan seks bebas. Jadi kombinasi dari sejumlah faktor diataslah yang merupakan penyebab seks bebas dan bukan kondom.
Jadi untuk mereka yang khawatir bahwa kondom akan mendorong seks
bebas, marilah merenungkan kembali hal ini dengan jernih dan bijaksana. Adalah sangat kecil kemungkinannya bahwa hanya gara-gara tahu tentang kondom atau menerima pembagian kondom gratis maka seseorang mendadak lalu jadi berani jajan seks atau melakukan hubungan seks berisiko.
G. CARA PENANGGULANGAN SEKS BEBAS
Seperti yang telah kita bahas di atas
bahwa sesungguhnya memang kurang kesadaran baik dari remaja itu sendiri maupun
orang tua. Hendaklah orang tua memperhatikan anak-anaknya tetapi orang tua
jangan terlalu mamanjakan anak mereka, karena bisa mengakibatkan dampak buruk
baginya karena dia sudah terbiasa dengan hal-hal yang enak-enak. Tetapi orang
tua juga harus memperhatikan anak-anaknya dengan mengarahkan ke hal-hal yang
positif dengan cara mendukung bakat yang dimiliki oleh anak tersebut, agar
dapat berguna dan berkembang. Tetapi seorang anak juga jangan terlalu egois
dalam memaksakan kehendak.
Bagi para lembaga sosial harus bisa
merangkul para remaja untuk masuk dalam suatu organisasi dengan mengikuti
berbagai kegiatan seorang remaja akan terarah pikirannya dengan baik. Bagi
lembaga keagamaan harus selalu mengarah ke imanan dan ketaqwaan mereka terbina.
Mendukung segala bakat-bakat anak remaja agar mereka tidak melakukan hal-hal
yang menyimpang. Tidak terlalu memaksakan seorang dalam berbagai tindakan
karena akan membuat tempramen seorang anak suka emosional. Didiklah anak-anak
dengan cara yang lambat agar mereka tidak selalu membangkan segala suruhan atau
perintah para orang tua.
1)
Pencegahan
Menurut Agama
·
Memisahkan
tempat tidur anak.
·
Meminta
izin ketika memasuki kamar tidur orang tua.
·
Mengajarkan
adab memandang lawan jenis.
·
Larangan
menyebarkan rahasia suami-istri.
2)
Pencegahan
Seks Bebas dalam Keluarga
Faktor keluarga
sangat menentukan dalam masalah pendidikan seks sehingga prilaku seks bebas
dapat dihindari. Waktu pemberian materi pendidikan seks dimulai pada saat anak
sadar mulai seks. Bahkan bila seorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan
seks, agar ia mulai dapat memberikan mana cirri-laki-laki dan mana ciri
perempuan. Bisa juga diberikan saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya
tentang bagaimana bayi lahir. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan
pendidikan seks pada usia dini.
a) Keluarga harus mengerti tentang
permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-anak mereka.
b) Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki,
dan seorang ibu mengarahkan anak perempuan dalam menjelaskan masalah seks.
c) Jangan menjelaskan masalah seks kepada
anak laki-laki dan perempuan di ruang yang sama.
d) Hindari hal-hal yang berbau porno saat
menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata yang sopan.
e) Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa
teman-teman mereka adalah teman yang baik.
f) Memberikan perhatian kemampuan anak di bidang
olahraga dan menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.
g) Tanamkan etika memelihara diri dari
perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan sesuata yang paling berharga.
h) Membangun sikap saling percaya antara
orang tua dan anak.
Digunakan upaya pencegahan atau
penangkalan perilaku menyimpang dan upaya kuratif yaitu pengobatan dan
penyembuhan. Agar perilaku seks bebas pada remaja dapat ditekan seminim
mungkin, perlu dilakukan pencegahan yang baik dari lingkup keluarga, pemerintah
dan masyarakat. Adanya komunikasi yang efektif di dalam keluarga antara orang
tua dan anak mengenai pemahaman nilai-nilai moral dan etika sekaligus
memberikan pengertian mangenai pendidikan seks kepada anak-anaknya sesuai
dengan tingkat umurnya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa yang paling berseri.
Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan, disanalah para remaja
banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.
Seks adalah
kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita
merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Nah, kemudian agar kita
dapat membicarakan dan mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli
bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan
akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga
jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan, seksologi adalah
untuk ditulis secara ilmiah, dan seks adalah untuk dialami dan ‘dinikmati’.
Hampir masyarakat berpendapat bahwa
perlu adanya pengaturan penyelenggaraan hubungan seks. Sebab, dorongan seks itu
begitu besar pengaruhnya terhadap manusia seperti nyala api yang berkobar. Api
itu bisa bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat menghancurkan peradaban
manusiawi. Demikian pula dengan seks, bisa membangun kepribadian seseorang,
akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan.
Seks bebas berdampak sangat besar,
tidak hanya berakibat terhadap diri sendiri tetapi juga keluarga dan orang
sekitar. Seks bebas sebagian besar dlakukan oleh
kaum remaja. Oleh karena itu, haruslah diperhatikan sering lagi karena
tanpa perhatian dari orang tua, guru dan lembaga sosial lainnya seorang anak
dapat melakukan penyimpangan sosial. Karena hanya merekalah penerus bangsa ini.
Araha-arahan perlu diberikan kepada remaja, karena dampak awal yang paling
terasa adalah pada orang yang ada disekitarnya. Pendukungan mereka sangat perlu
untuk memupuk rasa patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia. Jauhilah
pergaulan bebas yang berujung pada seks bebas. Tingkatkan keimanan sebagai benteng dari perbuatan dosa.
B. KRITIK
DAN SARAN
Semakin memprihatinkan penderita
HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak permasalahan kesehatan
reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu mengembangan model pusat
informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja melalui pendidik
(konselor) sebaya menjadi sangat penting.
Yang terpenting sebenarnya adalah
bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja yang baik dan benar
sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku di dalam masyarakat serta
dituntut peran serta orangtua dalam memperhatikan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari anaknya, memberikan pendidikan agama, memberikan pendidikan seks
yang benar. Oleh sebab itu permasalahan ini merupakan tugas seluruh elemen
bangsa tanpa terkecuali, agar menjadi sebuah proritas dalam penanganannya agar
tidak terjadi kematian disebabkan aborsi tersebut. Sehingga Tingginya kasus
penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat
pergaulan bebas.
Akibat lainnya
Tingginya kasus penyakit Human
Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS),
khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan
bebas.
Dalam buku “Facts of Life” yang
ditulis oleh Brian Clowes, Phd; Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang
akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan
aborsi adalah ;- Kematian mendadak karena pendarahan hebat.- Kematian mendadak
karena pembiusan yang gagal.- Kematian secara lambat akibat infeksi serius
disekitar kandungan.- Rahim yang sobek (Uterine Perforation).- Kerusakan leher
rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.-
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),- Kanker
indung telur (Ovarian Cancer).- Kanker leher rahim (Cervical Cancer).- Kanker
hati (Liver Cancer).- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang
akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat
kehamilan berikutnya.- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (
Ectopic Pregnancy).- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).-
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu
proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang
wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap
keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai
“Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini
dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam
penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh sebab itu yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua remaja
tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dan
memberikan kepada remaja tersebut penekanan yang cukup berarti dengan cara
meyampaikan; jika mau berhubungan seksual, mereka harus siap menanggung segala
risikonya yakni hamil dan penyakit kelamin.
Namun disadari, masyarakat
(orangtua) masih memandang tabu untuk memberikan pendidikan, pengarahan sex
kepada anak. Padahal hal ini akan berakibat remaja mencari informasi dari luar
yang belum tentu kebenaran akan hal sex tersebut.
Kurang perhatian orangtua, kurangnya
penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja
dengan gampang melakukan hubungan suami istri di luar nikah sehingga terjadi
kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung
jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cendrung berbuat nekat (pendek
akal) jika menghadapi hal seperti ini.
Pada zaman modren sekarang ini,
remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem
nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan
nilai moral dan agama. Seperti model pakaian (fasion), model pergaulan dan
film-film yang begitu intensif remaja mengadopsi kedalam gaya pergaulan hidup
mereka termasuk soal hubungan seks di luar nikah dianggap suatu kewajaran.
Bebera faktor yang menyebabkan
terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu;Pertama, Faktor agama dan
iman. Kedua, Faktor Lingkungan seperti orangtua,
teman, tetangga dan media.Ketiga, Pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin
tahu yang berlebihan.Keempat, Perubahan Zaman.
Yang terpenting sebenarnya adalah
bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja yang baik dan benar
sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku di dalam masyarakat serta
dituntut peran serta orangtua dalam memperhatikan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari anaknya, memberikan pendidikan agama, memberikan pendidikan seks
yang benar. Oleh sebab itu permasalahan ini merupakan tugas seluruh elemen
bangsa tanpa terkecuali, agar menjadi sebuah proritas dalam penanganannya agar
tidak terjadi kematian disebabkan aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adeney,
Bernard T. 1995. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius.
Al-Hadar Smith, “Syariah dan Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam
http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didown load 7/15/04.
Fuad
Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam
http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm,
didownload 7/15/04.
Horton,Paul.B. dkk.1987.Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Karono,Kartini.1981.Patologi
Sosial.Jakarta:Rajawali
Kuntowijoyo,
Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997.
Koenjaraningrat.
1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Sapardi
Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan
Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas
Indonesia, Mizan 1997.
http://www.google=pengaruh
globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah.com/
HAM : (Hak Asasi Manusia) hak yang melekat pada
diri manusia sejak manusia lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat
tetap. kita sebagai warga negara yang baik tentunya haruslah saling menghormati
satu sama lain dengan tidak membedakan ras, agama, golongan, jabaatan ataupun
status sosial.
(Adi Sasongko. “ faktor terjadinya seks bebas”.2008.)
Horton,Paul.B. dkk.1987.Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Karono,Kartini.1981.Patologi Sosial.Jakarta:Rajawali